Indonesianside.id, Jakarta – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat telah terjadi 3.253 bencana selama satu tahun terakhir ini, periode Februari 2020-Februari 2021. Jika dirata-ratakan, terjadi sembilan kali bencana setiap hari di Indonesia.
Kerugian keuangan serta kehilangan harta benda akibat bencana rata-rata Rp 22,8 triliun per tahun. Dampak negatif terburuk dari setiap kali terjadi bencana adalah hilangnya nyawa serta korban luka-luka dari kalangan masyarakat secara umum. Kejadian bencana tersebut berupa gempa bumi, tsunami, erupsi gunung berapi, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), banjir, banjir bandang, tanah longsor, dan angin puting beliung.
“Bapak Presiden yang kami muliakan, dari awal Februari 2020 hingga akhir Februari 2021 BNPB mencatat ada 3.253 kali kejadian bencana di Indonesia. Setiap hari setidaknya ada 9 kali kejadian bencana yang terjadi,” kata Kepala BNPB Doni Monardo pada Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana 2021 yang disiarkan juga di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (3/3).
Doni menyebutkan, tiga data penting yang menjadi indikator betapa dahsyatnya dampak bencana di Tanah Air. Yaitu dari sisi ekonomi akibat kerugian keuangan, sisi kemanusian dengan jumlah korban jiwa, serta tingginya risiko ancaman bencana alam bagi bangsa.
Yang pertama, Kementerian Keuangan melaporkan kerugian ekonomi akibat bencana rata-rata Rp 22,8 triliun per tahun. Sebuah angka yang tidak kecil. Kedua, berdasarkan data statistik korban jiwa akibat bencana dalam 10 tahun terakhir, rata-rata 1.183 jiwa meninggal dunia. Ketiga, Bank Dunia menyebutkan bahwa Indonesia adalah salah satu dari 35 negara dengan tingkat risiko ancaman bencana paling tinggi di dunia.
“Setiap kejadian bencana selalu diikuti dengan kehilangan harta benda dan korban jiwa,” katanya.
Doni menyebutkan, ini baru dampak dari terjadinya bencana alam, belum termasuk wabah pandemi global yang juga telah melanda Indonesia selama satu tahun lamanya, sejak kasus 2 pertama pada 2 Maret 2020 lalu. Meski demikian, Doni memastikan pemerintah tidak pernah tinggal diam. Semua pihak diajak terlibat serta dalam mulai dari pencegahan, kesiapsiagaan, dan pertolongan.
Mereka yang dilibatkan melalui pendekatan kolaborasi pentahelix pemerintah bersama akademisi, dunia usaha, komunitas relawan, dan media. Kesiapsiagaan ditingkatkan mulai dari tingkat individu, keluarga dan masyarakat. Literasi kebencanaan sejak dini juga diperkuat dalam setiap kesempatan di tingkat tapak.
Mengenai bencana nonalam, yakni pandemi Covid-19, Doni mengatakan segenap bangsa berjuang menghadapi wabah global tersebut. Satu tahun bencana Covid-19 menjadi momentum untuk melakukan evaluasi. “Kita harus optimis bahwa semua kebijakan yang telah digariskan oleh bapak presiden selaku kepala negara dan kepala pemerintah akan membawa bangsa Indonesia keluar dari masalah kesehatan dan ekonomi,” katanya.
Dia juga menyinggung bahwa Indonesia mampu mengendalikan Covid-19 yang dilaksanakan secara paralel dengan pemulihan sosial ekonomi. Kemudian, masyarakat sedapat mungkin tidak terpapar Covid-19 dan tidak terkapar PHK atau kehilangan pekerjaan.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo menegaskan kunci utama mengurangi risiko bencana di Tanah Air ada pada aspek pencegahan dan mitigasi bencana. “Saya melihat kunci utama mengurangi risiko ada pada aspek pencegahan dan mitigasi bencana. Ini yang selalu saya sampaikan berulang-ulang. Pencegahan-pencegahan jangan terlambat,” kata Jokowi dalam Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Tahun 2021 di Istana Negara, Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan, aspek pencegahan bukan berarti tidak memerhatikan aspek-aspek lain dalam manajemen bencana. Presiden menginginkan jajarannya tidak hanya bersikap reaktif saat bencana terjadi. Poin pentingnya adalah tidak berhenti dengan memiliki grand design dalam jangka panjang, melainkan harus bisa menurunkannya dalam kebijakan-kebijakan.
“Kita harus siapkan diri dengan antisipasi yang betul-betul terencana dengan baik, detail,” jelas Presiden. (Aza)