Indonesiainside.id, Jakarta – Ahli epidemiologi tidak terkejut dengan penemuan strain baru virus corona asal Inggris B117 di Indonesia. Mereka bahkan sudah menduga hal ini akan terjadi dari sejak tahun lalu.
“Ketika ditemukan itu bukan berarti hanya dua (kasus), itu sudah di mana-mana. Saya harus sampaikan itu, karena sekali lagi strategi tracing , testing kita yang tidak memadai,” kata Ahli Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman, dilansir VOA News, Rabu(3/3).
Hal ini diperparah dengan kebijakan pembatasan kepada warga negara Indonesia maupun asing yang datang ke Indonesia dinilainya tidak ketat. Ia mencontohkan, karantina selama lima hari kepada seseorang yang baru datang dari luar negeri tidak cukup untuk bisa mendeteksi suatu virus.
“Negara yang berhasil mengendalikan pandemi tidak ada yang di bawah 10 hari. Australia 14 hari, itu pun diperketat dengan testing dua kali. Ini pun selain PCR ada yang namanya genom sequencing, itu dilakukan semua. Itu dilakukan tidak hanya pada pendatang tapi juga kepada orang-orang yang bekerja di fasilitas karantina atau isolasi atau pintu masuk itu,” jelasnya.
Ia ia menekankan pemerintah perlu memperkuat penanganan pandemi terutama strategi “3T” yakni testing, tracing dan treatment. Apalagi strain baru dari Inggris tersebut, ujar Dicky lebih cepat menular dan 30 persen lebih cepat menyebabkan kematian.
Menurutnya, apabila pemerintah tidak segera memperkuat strategi penanganan pandemi bukan tidak mungkin akan lahir mutasi virus corona baru yang lahir di Indonesia.
“Dan tahun 2021 saya sebut juga sebagai tahun lahirnya banyak strain baru, karena sudah cukup banyak kejadian atau wilayah yang memang belum terkendali pandeminya, dan itu akan melahirkan termasuk potensi Indonesia melahirkan strain baru made in Indonesia itu bukan hal yang aneh, bukan hal yang tidak mungkin,” jelasnya.
Selain itu, katanya, sosialisasi kepada masyarakat dengan protokol kesehatan “5M” yakni memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, mengurangi mobilitas, dan mencegah kerumunan harus terus ditingkatkan. Protokol kesehatan “3M” menurutnya saat ini sudah tidak memadai.
“Misalnya masker, kalau saya sampaikan sekarang masker gak bisa satu lapis, masker kain minimal dua kalau bisa tiga lapis. Masker bedah harus tambah, apakah dengan ada lapisan lain masker lainnya atau tambah dengan face shield. Tapi untuk masker saya kira sudah harus lebih ditambah layers, kemudian jaga jaraknya minimal dua meter , kalau bisa kelipatan dua mater, karena ini mudah sekali untuk menular,” tuturnya.(EP/Ant)