Indonesiainside.id, Jakarta – Pakar epidemiologi menilai melonjaknya kasus COVID-19 di berbagai daerah menunjukkan kegagalan pemerintah mencegah masuknya varian baru virus COVID-19 dari luar negeri. Hal ini disesalkan karena mereka sudah jauh-jauh hari memperingatkan pemerintah.
“Varian-varian baru virus COVID-19 ini sebenarnya bisa dicegah tangkal di bandar-bandar udara atau pelabuhan yang menjadi pintu masuk ke Indonesia melalui karantina,” kata Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia Masdalina Pane, dilansir laman VOA News, Senin(21/6).
Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia telah memperingatkan pemerintah tentang kenaikan ini setelah melakukan pelacakan kenaikan COVID-19 di seluruh Indonesia melalu pelacakan di 59 kota yang menyumbangkan 70 persen dari total kasus COVID-19 di Indonesia.
“Program pelacakan ini berlangsung dari November 2020 hingga akhir Maret 2021. Ironisnya Kementerian Kesehatan tidak melanjutkan program pelacakan itu sehingga perebakan makin tidak terdeteksi,” katanya.
Kasus COVID-19 di Indonesia melonjak tinggi terutama di semua provinsi di Pulau Jawa, yakni Banten, Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur.
“Karantinanya berapa hari? 14 hari. Sampai hari ini WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) belum mengubah aturannya bahwa karantina itu harus dilakukan 14 hari. Bahkan jika kita tidak mampu melakukannya, tutup pintu masuk negara dari mereka,” kata Masdalina.
Masdalina mencontohkan Singapura, Amerika Serikat dan Inggris melarang warga dari India datang ke negara mereka. Bahkan Amerika menutup pintu masuk negaranya dari enam negara di Asia Selatan.
Ketika warga dari negara berisiko tinggi menularkan COVID-19 sudah terlanjur masuk, lanjut Masdalina, maka pemerintah harus menutup pintu kedua, yakni karantina mandiri dengan pengawasan ketat selama 14 hari.
Dari enam varian baru COVID-19 yang dirilis Badan Kesehatan Dunia WHO, empat varian sudah masuk ke Indonesia, termasuk diantaranya varian Afrika Selatan (B135.1) sangat ganas dan varian Delta dari India (B1617.2) yang sangat menular.
Sementara itu, Ketua Subbidang Mitigasi Perubahan Perilaku Satuan Tugas COVID-19 Brigjen Purnawirawan Irwan Amrun mengatakan kondisi pandemi COVID-19 di Indonesia sekarang sudah gawat. Lonjakan kasus COVID-19 di Jawa hampir merata.
Irwan mengakui karena pandemi COVID-19 sudah memasuki tahun kedua, maka banyak masyarakat yang abai dan sudah merasa lelah dengan situasi tersebut, terlebih karena perekonomian harus tetap berjalan agar mereka dapat bertahan hidup.
“Alhasil, masyarakat tidak lagi disiplin menjalankan protokol kesehatan yang bersifat individu. Untuk itu sanksi tegas perlu ditegakkan kembali,” tegasnya. (Red)