Indonesiainside.id, Jakarta – Suara sirine terus terdengar meraung-raung. Pasien-pasien Covid-19 meluap dari ruang-ruang unit gawat darurat (UGD) sejumlah rumah sakit. Stadion, asrama haji, dan gedung sekolah pun jadi layanan gawat darurat pasien Covid-19.
Bak di daerah konflik. Suara sirine dengan tiga varian warna, merah, kuning, dan biru, itu bersahutan dan bersambut. Dimana pun kita berdiri. Di pinggir jalan, rumah, perkantoran, terlebih di rumah sakit. Suara itu terus mendengung bak di wilayah konflik atau di lokasi kejadian sebuah peristiwa besar.
Pada dasarnya, kita berada dalam situasi normal dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Para orang tua terus bekerja menjalani profesi untuk memenuhi nafkah anak-anak mereka. Ada yang bekerja di kantor, kaki lima, toko dan ruko, hingga di pinggiran jalan.
Awal kali pandemi Covid-19 pada Maret 2020 lalu, masyarakat sempat syok dengan kondisi penyebaran virus mematikan itu karena belum ditemukan vaksinnya. Satu tahun berlalu, seiring dengan penemuan vaksin, masyarakat mulai tenang. Laju penularan Covid-19 juga melandai.
Di lain sisi, sebagian masyarakat mulai abai dengan wabah tersebut. Sebagian lainnya, bosan dalam kondisi yang tak pasti secara terus menerus. Namun, roda kehidupan harus dikayuh untuk memulihkan sektor-sektor ekonomi. Bergerak dan bergerak.
Rasa pesimisme atas keadaan ini memang belum sepenuhnya pulih. Namun, banyak yang kembali bangkit membangun optimistisme baru. Wacana new normal yang sempat jadi kontroversi berjalan alamiah. Di mana-mana, terutama di kota-kota, khalayak ramai mengenakan masker, jaga jarak, dan mencuci tangan. Kita sesungguhnya sudah berada dalam ruang dan waktu “new normal”.

Sektor wisata mulai dibuka. Mal-mal perlahan bergairah. Sebagian pekerja mulai meninggalkan work from home (WFH). Pembelajaran Tatap Muka di sejumlah sekolah pun sudah lolos uji coba.
Tiba-tiba saja India mengirim alarm ke antero dunia. Sudut-sudut keramaian di negara itu menjadi kota mati. Korban terpapar dan meninggal menggila. Kelangkaan tabung oksigen tak terelakkan. Covid-19 jenis baru bernama varian delta merajalela. Kini, India mencatat lebih 30,5 juta orang terpapar. Total kematian menembus 402.015 pasien. Semakin mendekati angka kasus di Amerika Serikat (AS) sebanyak 34,5 juta kasus dengan kematian lebih 621.000 orang.
Dari India, Covid-19 bergolak dengan dahsyat di Indonesia. Varian Delta juga menjadi momok baru di negeri ini. Saat ini, genap 10 hari Indonesia diterjang kenaikan tajam penularan kasus positif Covid 19. Tepat pada Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, Sabtu (3/7), kasus Covid-19 mencapai puncak tertinggi sebanyak 27.913 kasus baru. Sebanyak 493 orang meninggal hari itu akibat Covid-19.
Lonjakan tajam kasus baru Covid-19 terjadi pada Kamis, 24 Juni 2021 sebanyak 20.574 kasus baru. Selama 10 hari terakhir, kasus positif meroket hingga menembus total 2.256.851 orang dan 60.027 pasien meninggal dunia.
Data Worldometers menunjukkan terjadinya lonjakan drastis, berikut ini:
- Sabtu, 3 Juli 2021 : 27.913 kasus baru, 493 meninggal
- Jumat, 2 Juli 2021 : 25.830 kasus baru, 539 meninggal
- Kamis, 1 JUli 2021 : 24.836 kasus baru, 504 meninggal
- Rabu, 30 Juni 2021 : 21.807 kasus baru, 467 meninggal
- Selasa, 29 Juni 2021: 20.467 kasus baru, 463 meninggal
- Senin, 28 Juni 2021: 20.694 kasus baru, 423 meninggal
- Ahad, 27 Juni 2021: 21.342 kasus baru, 409 meninggal
- Sabtu, 26 Juni 2021: 21.095 kasus baru, 358 meninggal
- Jumat, 25 Juni 2021: 18.872 kasus baru, 422 meninggal
- Kamis, 24 Juni 2021: 20.574 kasus baru, 355 meninggal

Dari grafik kenaikan kasus tersebut, Indonesia kini masuk daftar 16 negara dengan tingkat kasus Covid-19 terbanyak di dunia. Indonesia naik dua peringkat dari urutan ke-18 dalam satu pekan ini. Sementara total kasus Covid-19 di dunia tercatat 183,9 juta kasus dan 3,9 juta orangh meninggal. Sebanyak 168,4 juta orang dinyatakan sembuh. Amerika Serikat masih tertinggi dengan 34,5 juta kasus, disusul India 30,5 juta kasus, dan Brasil 18,6 juta kasus.
Rumah Sakit Kewalahan
Layanan gawat darurat (IGD) kini tidak mampu lagi menampung kedatangan pasien kritis Covid-19. Kondisi ini nyaris terjadi di semua rumah sakit di Pulau Jawa. Pasien kritis Covid-19 kini sulit mencari layanan pertolongan pertama. Fenomena ini diikuti kelangkaan oksigen.
Dilansir Muhammadiyah.or.id, Wakil Ketua Bidang Layanan Kesehatan Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) dr Aldila S Al Arfah, mengakui pihak rumah sakit Muhammadiyah kewalahan menangani pasien yang terus berdatangan. Muhammadiyah menyiapkan 86 rumah sakit di seluruh Indonesia untuk penanganan Covid-19 sejak pandemi pada 5 Maret 2020 lalu.

dr Aldila mengatakan, ketersediaan tempat tidur di rumah sakit hampir penuh. Bahkan banyak rumah sakit yang harus mendirikan tenda darurat. Di Jawa Tengah bahkan ada yang cari-cari tenda tapi tidak dapat-dapat.
“Di IGD, pasien meluap. Di Jawa Timur juga demikian, di DKI Jakarta juga begitu. Hampir di seluruh Indonesia, terutama di pulau Jawa,” ungkapnya kepada Muhammadiyah.or.id, Kamis (1/7).
Selain genting akibat lonjakan pasien, tenaga kesehatan juga kian terbatas. Banyak yang terpapar Covid-19 sehingga jumlah tenaga kesehatan aktif tidak sebanding dengan jumlah pasien. Mau tidak mau, kata dr Aldila, harus dicukup-cukupkan. “Kategorinya sudah burn out, sudah exhausted,” katanya.
Kondisi darurat Covid-19 di Indonesia diikuti pula dengan kelangkaan oksigen. Pemerintah sudah diingatkan mengenai pentingnya manajemen resiko. Namun belum sesuai harapan. Menurut dia, ketersediaan oksigen sudah tersendat sejak dua pekan lalu.
“Saya bahkan japri (pesan pribadi) Menkes. Yang terjadi waktu itu kekurangan oksigen di daerah Kudus, Pati. Tapi responsnya begini, menganggap enteng begitu. Stok nasional aman kok, hanya Pati Kudus saja yang kurang akhirnya beliau kontak Pak Ganjar (Gubernur), Pak Ganjar ini kondisi Pati Kudus yang kurang mohon diselesaikan begitu,” ungkapnya.
Triase Bencana
dr Aldila mengingatkan, jika tidak ada kebijakan yang konsisten dalam kondisi seperti ini, mau tak mau rumah sakit harus melakukan prinsip triase, yaitu penyelamatan pasien berdasarkan tingkat peluang bertahan hidup.

Triase berasal dari triage yang berarti memilih. Triase adalah tindakan untuk memilah atau mengelompokkan korban berdasar beratnya cidera, kemungkinan untuk hidup, dan keberhasilan tindakan berdasar sumber daya (SDM dan sarana) yang tersedia.
“Versi terburuknya bahwa Rumah Sakit Muhammadiyah dan rumah sakit mana pun, kalau kondisinya demikian terus berlanjut, kita akan menerapkan apa yang dinamakan triase bencana,” katanya.
Dalam pelayanan pasien, perawat mengukur tingkat ketergantungan pasien. Kategori paling ringan atau minimal care adalah pasien yang mampu makan, naik turun bed, atau buang air besar sendiri. Kategori menengah atau partial yaitu pasien memerlukan bantuan. Kemudian kategori Total Care untuk pasien dalam kondisi kritis.
Kondisi saat ini, kata dia, beberapa tenaga kesehatan juga terinfeksi dan sebagian lagi menjalani isolasi mandiri (isoman). Dengan begitu, jumlah tenaga kesehatan terbatas, dan ditambah lagi dengan kondisi pasien yang sudah overload.
Rata-rata pasien Covid di IGD adalah Partial Care hingga Total Care sehingga membuat tenaga kesehatan kelimpungan. Dalam sekajap, pembukaan bangsal baru pelayanan bisa langsung terisi penuh. Banyak pasien harus ngantre, menunggu di depan IGD, atau menunggu dalam mobil karena tidak ada tempat.
Mengenai ketersediaan obat-obatan, sejauh ini masih aman. Dari sisi komoditas atau material kesehatan yang agak mengkhawatirkan adalah ketersediaan oksigen. “Kalau dibilang kondisi sekarang bagaimana? Ya, sudah overload. Terutama di daerah-daerah yang lonjakannya sangat tinggi,” imbuhnya.
Aldila menyampaikan saat ini semua pihak harus saling bekerjasama dan tidak saling menyalahkan. Meskipun, biaya operasional perawatan pasien Covid di rumah sakit Muhammadiyah rata-rata belum dibayar oleh Pemerintah. Namun, dia menjamin Rumah Sakit Muhammadiyah tak pantang mundur dan akan bekerja habis-habisan melawan Covid-19.
Belum Mencapai Puncak
Rekor kasus harian Covid-19 di Indonesia saat ini berada di atas tiga kali lipat dibandingkan dengan rekor Malaysia yang tercatat sebanyak 9.000 kasus. Yang mengerikan, kondisi di Indonesia ini diprediksi belum mencapai puncak.

Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, angka penularan kasus Covid-19 di Indonesia akan meningkat. “10 hari ke depan menurut hemat saya, mungkin dua minggu akan bisa naik. Karena masa inkubasi dari varian ini terus jalan. Ini masa kritis dua minggu ini,” kata Luhut, Sabtu (3/7).
Senada disampikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Dia memperkirakan kasus Covid-19 di Jakarta bakal lebih parah lagi. Kasus aktif pasien Covid-19 di DKI Jakarta diperkirakan menembus 100 ribu orang dari jumlah saat ini sebanyak 78 ribu kasus aktif. Sebelumnya, Jakarta mencatat kasus aktif tertinggi sebanyak 27.000 pada Februari 2021.
“Besar kemungkinan ini mencapai 100 ribu dalam hitungan hari ke depan,” kata Anies, Jumat (2/7), dilansir CNBC Indoensia. (Aza)