IndonesiaInside, Jakarta – Di masa pandemi yang penularannya makin meningkat, ada sejumlah kalangan yang berpendapat bahwa dalam keadaan apapun kita tetap harus salat fardu berjamaah di masjid. Apalagi cuma karena khawatir tertular virus Covid-19 yang keberadaannya tidak tampak di mata.
Hal ini terbukti dari masih digelarnya salat Jumat berjamaah di salah satu masjid di Jakarta Utara beberapa waktu lalu, padahal sudah dilarang oleh pemerintah.
Nah, bagaimana sebenarnya hukum meninggalkan salat berjamaah di masjid karena di tengah merebaknya penularan virus corona dan penerapan PPKM Darurat?
Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis), KH Jeje Zaenudin menyampaikan, tidak ada yang memungkiri keutamaan shalat fardu berjamaah di masjid.Tetapi bukan berarti wajib dalam segala keadaan.
Diriwayatkan dalam banyak hadits yang sahih bahwa baginda yang mulia Rasulullah SAW menyuruh muadzin mengumandangkan adzan, namun setelah “hayya ‘alal falaah” agar dikumandangkan:
“الا صلوا في الرحال”
“Hendaklah kalian shalat di rumah”.
“Rasulullah memerintahkannya karena pada saat terjadi hujan lebat dan jalanan becek, karenanya kaum muslimin agar melaksanakan salat di rumah masing-masing, sebagai bentuk kasih sayang dan kemudahan ajaran Islam kepada umatnya,” katanya di Bekasi, Rabu (14/7).
Ketua MUI Pusat ini melanjutkan, jika karena khawatir menyulitkan disebabkan hujan dan jalanan becek saja dibolehkan tidak salat fardu di masjid, maka secara kaidah fikih, lebih dibolehkan lagi jika untuk tidak salat berjamaah di masjid karena adanya ancaman wabah yang mematikan ini.
Hal itu mengingat bahwa bahaya Covid-19 jauh lebih besar dari pada hujan dan jalan becek. Meski tidak tampak di mata namun bahaya dari virus tidak bisa disepelekan apalagi sudah merenggut banyak korban jiwa.
“Justru karena ketidakjelasan siapa yang sakit dan siapa yang tidak, itu lebih sulit diatasi daripada yang sudah jelas,” katanya.
Maka menjadi jelas hukumnya bahwa yang sakit dan tertular diharamkan ke masjid karena akan mencelakakan orang lain tanpa disadari.
“Bukankah Rasulullah SAW melarang orang yang mulutnya berbau karena makan bawang untuk tidak datang ke masjid?,” katanya.
“Sedang bagi yang belum memeriksakan dirinya tertular atau tidak dan diantara jamaah tidak saling mengetahui kondisi masing-masing, maka sebagai kehati-hatian menjaga kesehatan diri dan orang lain ia pun mendapat rukhsoh untuk tidak ke mesjid,” katanya.
Ia menambahkan, yang tidak berjamaah tentu saja kehilangan pahala berjamaah, tetapi iInsya Allah memperoleh pahala yang besar dari niat dan ikhtiarnya menghindarkan diri dan orang lain dari kemungkinan terpapar.
“Tapi jika seseorang mengetahui bahwa dirinya sehat begitu juga dengan jamaah yang lainnya, lalu mampu menerapkan protokol kesehatan dengan baik, tentu saja berjamaah di mesjid baginya lebih utama.
Wallahu a’lam bis shawab,” tuturnya.(Nto)