Indonesiainside.id, Jakarta – Ketua Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI), dr. Walta Gautama ST, Sp.B (K) Onk, menyebutkan target menurunkan kematian akibat kanker payudara di 2,5% pada 2040 mendatang makin sulit dicapai. Hal ini diutarakan saat Forum The Southeast Asia Breast Cancer Symposium (SEABCS) kelima yang berlangsung pada akhir Juli hingga awal Agustus.
Walta mengatakan sulitnya target dicapai karena sebagian besar pasien datang dalam stadium 3-4, terlebih di masa pandemi ketika terjadi penurunan kedatangan pasien ke pelayanan kesehatan secara signifikan.
Menurut Data Globocan 2020, kanker payudara di Indonesia merupakan kanker paling banyak pada perempuan dengan proporsi 16,6 persen dari total kasus kanker, terdapat 65.858 kasus baru dan 22.430 kematian pada tahun 2020.
Selain itu, akibat merebaknya varian delta yang sangat menular, banyak tenaga medis yang terinfeksi sehingga pelayanan pada pasien kanker payudara terganggu. Komunikasi antara dokter dan pasien juga mengalami kendala karena dilakukan secara daring melalui telemedisin.
“Ini tidak pernah bisa maksimal, karena tidak semua praktik atau profesi bisa dilakukan dengan telemedisin. Saat pemeriksaan perlu melihat langsung klinis pasien, meraba, memegang. Foto pun tidak bisa mewakili sepenuhnya, sehingga kesulitan,” ujar dr. Walta.
“Kalau saya pribadi daripada salah diagnostik, lebih baik tunda dulu hingga kondisinya memungkinkan. Bila dipaksakan bisa membahayakan pasien,” lanjutnya.
Selain itu COVID-19 juga memperburuk kondisi pasien kanker. Angka kematian orang normal akibat COVID-19 di dunia sekitar 3-5 persen.
Jika pasien kanker terkena COVID-19, maka angka kematiannya menjadi 26-28 persen. Ini juga terjadi di RSK Dharmais dari Maret 2020-Februari 2021, di mana angka kematian pasien kanker yang terinfeksi COVID-19 mencapai 22 persen.
“Jalan keluarnya adalah vaksin. Berdasarkan temuan PERABOI, dari 200 pasien kanker yang divaksin, KIPI hanya ditemukan pada 2-3 orang, itu pun tidak berat,” ujar dr. Walta.(Ant/Ima)