Puasa adalah syariat Islam yang harus dilaksankan. Tak seorang muslim pun dibebaskan dari kewajiban puasa tanpa uzur atau alasan syar’i sehingga harus dijalankan selama sebulan penuh.
Puasa selain harus dijalankan dengan keimanan dan penuh rasa harap kepada Allah SWT, puasa juga harus dijalankan dengan penuh keikhlasan, sabar, tawakkal, istiqamah, dan dengan rasa gembira. Kenapa? Inilah salah satu filosofonya.
Orang yang berpuasa pada hakikatnya adalah dilemahkan fisiknya untuk mendapatkan penguatan secara rohaniah. Perut yang dikosongknan dan kerongkongan yang dahaga adalah jalan untuk menguatkan jiwa dan mengokohkan keimanan, untuk mencapai ketaqwaan.
Orang yang dilemahkan secara fisik, hakikatnya adalah diberi jalan untuk mendapatkan pertolongan dan doanya dikabulkan. Hal ini berangkat dari datangnya pertolongan kepada orang yang lemah dan diberi keistimewaan berupa doa-doanya mustajab, sebagaimana orang-orang lemah yang dizalimi atau ditindas. Namun, dalam konteks puasa bukan berarti dizalimi melainkan berposisi sebagai orang yang lemah karena harus menahan lapar dan haus.
Dalam kondisi ia lemah itulah maka doa-doanya diijabah. Tetapi sekali lagi, kondisi lemah bagi orang yang berpuasa jangan dijadikan alasan untuk malas bergerak, apalagi ibadah dan beramal saleh.
Hal ini hanyalah landasan filosofis kenapa orang-orang berpuasa diijabah doa-doanya sepanjang hari dan malam. Terlebih lagi jika disertai dengan amalan-amalan saleh, ibadah, dan kebaikan.
Kedua, orang yang berpuasa digugurkan semua dosa-dosanya. Secara filosofis, orang yang lapar dan haus adalah orang-orang yang berada dalam kondisi sakit atau menderita akibat tidak adanya makanan yang masuk sebagai penambah energi.
Sebagaimana diketahui, orang yang sakit , apakah ia menderita akibat penyakit, tidak ada makanan yang bisa dimakan, atau mengalami musibah dan kecelakaan, maka dosa-dosanya digugurkan. Ini juga menjadi landasan filosofis bahwa orang-orang yang berpuasa itu digugurkan dosa-dosanya.
Sebagaimana orang sakit, apa pun yang dialami dan dirasakan, tentu tidak dibenarkan mengeluh dan mengingkari taqdir. Karena itu, harus dihadapi dengan tegar, tawakkal, istiqamah, dan berpraaangka baik kepada Allah SWT. Dengan demikian, dosa-dosa kita pun akan diampuni semuanya. Amin. (Aza)