Ramadhan berlalu bukan berarti ibadah dan amal kebaikan ikut berlalu. Ibadah Ramadhan adalah awal dan pembiasaan, setelah Ramadhan menjadi momentun penguatan dan keberlanjutan.
Hal ini diperlukan bagi seorang Muslim untuk menjaga konsistensi dalam amal, ibadah, dan pengorbanannya selama bulan Ramadhan yang penuh berkah. Mengikuti contoh dari Nabi SAW, Dia selalu tertarik untuk melakukan perbuatan saleh, seperti yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam Sahihnya, dari Ummul Mukminin Aisyah RA.
سُئِلَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: أيُّ الأعْمَالِ أحَبُّ إلى اللَّهِ؟ قَالَ: أدْوَمُهَا وإنْ قَلَّ وقَالَ: اكْلَفُوا مِنَ الأعْمَالِ ما تُطِيقُونَ
“Nabi SAW ditanya, amalan apa yang paling dicintai Allah? Dia menjawab; Yang dikerjakan terus menerus walaupun sedikit, lalu beliau bersabda: Beramallah sesuai dengan kemampuan kalian.” (HR. Bukhari no 5984)
Dengan begitu, hendaknyalah kita terus menerus melakukan kebaikan meski tidak banyak tetapi konsisten. Hendaknyalah kita terus menghadirkan rasa syukur, ketaatan, ibadah yang terus menerus, memelihara iman yang ada di bulan Ramadhan, dan tidak henti-hentinya puasa sunnah setelah bulan Ramadhan berakhir.
Ingat, kebaikan itu tidak terbatas pada bulan Ramadhan, melainkan terus menerus dan berulang-ulang. Ibadah dan ketaatan tidak berakhir setelah bulan Ramadhan, dan salah satu musim terbesar dari perbuatan baik adalah haji ke Baitullah .
Maka berjanjilah pada diri sendiri agar terbiasa memelihara apa yang dipersembahkan di bulan Ramadhan. Ketaatan dan amal ibadah berlangsung sepanjang tahun, dan tidak terbatas pada bulan Ramadhan, atau musim tertentu, sehingga seorang Muslim harus mencapai pemantauan diri, dan merasakan pengawasan dari Allah terhadapnya, merasa bahwa Allah bersamanya, dan menyadari amalannya selalu diawasi, dan Allah hadir dan menyaksikan apa yang dia lakukan.
Dengan begitu, seorang muslim terus berusaha menaati-Nya, dan mencari kesenangan yang disukai Allah, baik dengan ucapan atau perbuatan, secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan. Dengan begitu, ia beribadah kepada Allah seolah-olah ia melihat-Nya.
Barang siapa yang melipatgandakan usahanya di bulan Ramadhan, maka janganlah ia mundur setelah Ramadhan, agar ia dijauhkan dari dosa dan kesalahan, dan tidak meninggalkan ketaatan dan kebaikan. Jika ia membuat kesalahan atau dosa, dia bertaubat dan mencari pengampunan seperti yang diperlukan bagi seorang Muslim untuk memastikan bahwa hidupnya berakhir dengan baik.
Selain itu, membaca dan mempelajari Al-Qur’an yang Mulia, gemar menghibur orang miskin dan lemah, memeriksa kondisi mereka, dan memberikan bantuan kepada mereka.
Puasa Enam Hari Syawal
Puasa adalah salah satu amalan yang sangat besar pengaruhnya dalam menyucikan hati dan jiwa, dan menyucikan diri dari hal-hal yang mengganggu ketenangannya, serta mengangkat hambanya ke derajat yang tinggi di sisi Allah SWT. Itulah sebabnya Allah SWT memerintahkan puasa bulan Ramadhan pada setiap Muslim, dan Nabi SAW memerintahkan untuk berpuasa enam hari di bulan Syawal.
Perlu dicatat bahwa puasa enam hari di bulan Syawal adalah ibadah yang dianjurkan. Keutamaan mengikuti puasa Ramadhan dengan puasa enam hari di bulan Syawal sama dengan keutamaan puasa selamanya. Hikmah hukum puasa enam hari Syawal terletak pada mempertimbangkan statusnya sebagai Sunnah sehingga tidak boleh diwajibkan. (Aza)