Oleh: Eko Densa |
Kerap kali, wacana pendirian bioskop berbenturan dengan aturan syariat Islam yang dijalankan di seluruh pelosok Aceh.
Indonesiainside.id, Aceh — Bioskop bukanlah barang asing di Aceh karena sudah pernah ada sejak era 70an. Namun konflik yang memanas membuat bisnis bioskop tutup satu persatu dan sampai sekarang tak bisa bangkit lagi.
Pasca bencana gempa dan tsunami tahun 2004 silam, bekas gedung-gedung bioskop di Banda Aceh kini sudah beralih fungsi menjadi mall, markas TNI dan gedung pemerintahan.
Ditetapkannya Aceh sebagai kawasan syariat Islam membuat beberapa pengusaha atau investor sulit membangun kembali bioskop di kota paling ujung barat Indonesia ini.
Sulitnya mendapat izin dari pemerintah daerah menjadi biang keladi gagalnya kehadiran wahana hiburan di kota yang dikenal Serambi Mekah ini. Padahal, masih banyak cara agar bioskop ada di Aceh tanpa melanggar aturan syariat Islam.
Kini, minat masyarakat Aceh untuk menyaksikan film di layar lebar pun cukup tinggi. Tidak adanya bioskop membuat sebagian warga memilih ke provinsi sebelah untuk sekedar menonton film di bioskop.
CEO Kaninga Pictures, Milawati, mengungkapkan tertarik untuk berinvestasi membangun bioskop di Aceh. Namun pihaknya masih berusaha untuk mendapatkan izin dari pemerintah setempat.
“Saya uda tiga tahun yang lalu ingin membangun bioskop di Aceh, katanya izinnya susah, tapi ya kami coba. Kalau tidak kita coba, ya gimana kita tahu,” ujar Millawati di Aceh, Minggu (24/2/2019).
Kata dia, konsep yang dicanangkan olehnya akan disesuaikan dengan permintaan yang disyaratkan oleh pemerintah daerah.
Milawati mencontohkan, misalnya seperti pria dan wanita harus dipisah, penyesuaian jam tayang dengan waktu shalat dan bentuk film yang ditayangkan harus bersidat edukatif dan islami. Hal seperti itu tidak menjadi persoalan.
Jika diizinkan, pihaknya siap mematuhi kearifan lokal yang ada di Aceh.
“Perfilman nasional saat ini sudah mulai memproduksi film-film yang berkonten edukatif sehingga cocok dengan kultur masyarakat Aceh. Apalagi saat ini animo masyarakat sedang tinggi-tingginya,” ungkapnya.
Menurutnya, keberadaan bioskop juga bisa menggerakkan ekonomi masyarakat.
“Misalnya ada UKM-UKM ada yang jual kopi nantinya di situ, ini kan bisa juga buat gerakin ekonomi,” kata dia.
Seperti diketahui, harapan hadirnya bioskop di Aceh berulang kali sudah diutarakan oleh berbagai pihak, baik sineas muda, investor dan warga Aceh.
Pada tahun 2014 di Banda Aceh sempat muncul sebuah gerakan yang diinisiasi oleh anak-anak muda lintas komunitas.
Gerakan itu mereka beri nama Bioskop untuk Banda Aceh. Selain menggelar diskusi, mereka juga mengangkat wacana itu di berbagai laman media sosial, terutama Twitter dengan tagar #BioskopuntukBNA.
Gerakan tersebut tak berlangsung lama. Ia mati setelah wacana kehadiran bioskop dibicarakan oleh para pemangku kekuasaan kota Banda Aceh. (Eko/Aza/INI-Network)