Oleh: Dharma Somba
Indonesiainside.id, Jayapura — Kondisi masyarakat Kabupaten Nduga, Papua, masih memprihatinkan akibat konflik di wilayah paling timur Indonesia tersebut. Tak hanya bagi orang dewasa, kalangan anak-anak pun belum bisa kembali pada kehidupan normal hingga saat ini.
Sebanyak 637 pelajar mulai dari tingkatan SD, SMP, dan SMA, Kabupaten Nduga, saat ini belajar di tenda darurat, halaman Gereja Kingmi, Distrik Napua, Kabupaten Jayawijaya. Mereka diajar sekitar 80 guru yang juga ikut mengungsi dari Nduga.
Anak-anak sekolah ini mengungsi bersama orang tuanya dari Nduga ke Wamena, Jayawijaya, setelah terjadi aksi penyerangan kelompok OPM atau yang oleh TNI/Polri disebut KKSB/KKB terhadap karyawan PT Istaka Karya, 2 Desember 2018 lalu disusul penyisiran oleh aparat TNI/Polri.
Mereka meninggalkan rumah tanpa membawa apa-apa hanya baju yang melekat di badan. Relawan Kemanusiaan untuk Nduga lalu mendirikan sekolah darurat di Distrik Napua agar anak-anak bisa terus belajar meskipun di tempat pengungsian.
Setiap harinya anak-anak menempuh perjalanan hampir 2 jam dari rumah tempat mereka menumpang untuk bisa tiba di sekolah. “Mereka biasanya jam 4 subuh berangkat dari rumah, karena mereka berjalan kaki,” ujar Raga Kogeya, anggota relawan kemanusiaan, kepada wartawan di Jayapura, Kamis (14/3).
Relawan juga menyiapkan makan siang di sekolah karena anak-anak tidak makan di rumah sebelum berangkat. “Mereka dikasih makan satu kali dan kadang hanya sekali itu hanya mereka makan dalam sehari, ya saat mereka di sekolah saja,” terangnya.
Makanan yang diolah relawan berasal dari donatur yang memberikan bantuan.
Menurut Raga, anak-anak sekolah ini masih dalam kondisi trauma karena sebelumnya menyaksikan kampung mereka dibakar, mendengar desingan peluru, sehingga setiap kali melihat aparat TNI dan Polri yang berseragam masuk ke tenda darurat, mereka pasti bersembunyi. “Bahkan ada yang melompat pagar halaman gereja untuk menghindari aparat yang datang,” jelasnya.
Anak-anak yang belajar di tenda darurat ini menumpang di rumah-rumah saudaranya di Wamena, sehingga dalam satu rumah tempat menumpang itu kadang menampung 30-50 orang. Terdapat 23 titik lokasi kumpul sekitar 2.000-an pengungsi asal Nduga di Kabupaten Jayawijaya.
Sementara itu Pemda Jayawijaya menawarkan gedung sekolah yang bisa digunakan anak-anak pengungsi untuk belajar, yaitu di SD YPPGI Sinakma dan SD Inpres Napua.
Sekda Nduga, Namia Gwijangge mengatakan Pemda Jayawijaya telah mengizinkan anak-anak dari Nduga untuk belajar pada dua sekolah yakni di SD YPPGI Sinakma dan SD Inpres Napua. Pemda Jayawijaya juga menyiapkan gedung pertemuan untuk digunakan anak-anak SD, SMP dan SMA yang akan mengikuti ujian nasional.
Direktur Aliansi Demokrasi Papua, Latifah Anum Siregar mengatakan, kondisi masyarakat Nduga sudah termasuk krisis kemanusiaa. Anak-anak dalam kondisi trauma, kehilangan tempat tinggal dan tidak aman.
“Semua pihak harus memperhatikan situasi ini jangan takut untuk membantu mereka, karena mereka sangat membutuhkan bantuan,’’ katanya. (Aza/Nds/INI-Network)