Oleh: Hendri
Indonesiainside.id, Aceh — Penegakan syariat Islam di Aceh sudah diberlakukan sejak ditetapkannya Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Jinayat. Undang-undang ini mengatur tentang larangan dan hukuman terkait syariat Islam.
Di antara pelanggaran yang sangat sering ditemukan di kalangan warga adalah khalwat dan ikhtilat. Keduanya adalah perbuatan asusila yang dilarang di daerah berjuluk Serambi Mekkah itu.
“Di Banda Aceh yang banyak tertangkap melakukan pelanggaran adalah pedatang, terdiri dari mahasiswa ataupun pekerja yang merupakan penghuni rumah kos atau kos-kosan disini,” kata Kepala Bidang Penegakan Syariah Satpol PP dan WH kota Banda Aceh Safriadi di Banda Aceh, Rabu (20/3).
Ikhtilat adalah perbuatan bermesraan seperti bercumbu, bersentuh-sentuhan, berpelukan dan berciuman antara laki-laki dan perempuan yang bukan suami isteri dengan kerelaan kedua belah pihak, baik pada tempat tertutup maupun terbuka. Sementara khalwat adalah perbuatan berada pada tempat tertutup atau tersembunyi antara dua orang yang berlainan jenis kelamin yang bukan muhrim dan tanpa ikatan perkawinan dengan kerelaan kedua belah pihak. Kedua tindakan tersebut dilarang dan diancam hukuman cambuk.
Menurut Safriadi, pelanggaran qanun jinayat banyak dilakukan oleh penghuni rumah kontrakan atau kos-kosan serta penginapan. Dalam sejumlah pelaksanaan hukuman cambuk, terpidananya banyak didominasi warga dari luar kota Banda Aceh.
“Kebanyakan anak kos melakukan pelanggaran karena jauh dari pantauan orang tuanya, sehingga mereka bebas melakukan aktivitas,” ujarnya.
Safriadi mengimbau untuk seluruh lapisan masyarakat di kota Banda Aceh, agar meningkatkan kewaspadaan terhadap pendatang dan mengawasi setiap pelosok kampungnya masing-masing.
“Kalau pelangaran ini terus banyak terjadi di Banda Aceh, tentu sangat memalukan kita. Untuk itu khusus orang tua yang anaknya ngekos di Banda Aceh, mungkin selama di kampung mereka diawasi tapi di sini ngekos jauh dari pantauan. Kita berharap orang tua untuk tingkatkan pengawasan terhadap anaknya,” katanya.
Dia juga meminta pemilik agar kos meningkatkan pengawasan, tidak hanya memberikan fasilitas kepada penghuni kos tapi juga diawasi secara ketat.
“Kita berharap kasus seperti ini bisa berkurang, kami meminta seluruh elemen masyarakat, untuk mengawasi setiap pelosok kampong masing-masing,” katanya.
Karena kalau sudah ada peran dari semua masyarakat untuk mencegah dan menindak, maka kegiatan pelangaran seperti ini bisa diminimalisir. Tapi kalau masyarakatnya belum terlalu peduli ini akan terus meraja rela dan bisa menjadi bumerang bagi masyarakat Aceh yang sudah menerapkan qanun syariat Islam,” katanya. (Aza/Hen/INI-Network)