Indonesiainside.id, Gianyar – Penasehat hukum terdakwa, I Wayan Adi Sumiarta, yang dalam persidangan tersebut hadir bersama Penasehat Hukum, I Made Juli Untung Pramana, dari kantor hukum Gendo Law Office menyampaikan bahwa JPU tidak dapat menjawab secara baik surat keberatan yang diajukan Penasehat Hukum Terdakwa.
Adi Sumiarta menyampaikan dalam surat tanggapan JPU menyebutkan surat dakwaan telah menguraikan secara cermat, jelas dan lengkap mengenai jenis tindak pidana yang didakwakan dengan menyebut waktu dan tempat tindak pidana dilakukan, namun tanggapan JPU tidak bisa menjawab keberatan yang diajukan penasehat hukum Terdakwa? di mana dalam surat dakwaan, JPU tidak dapat menunjukan waktu kejadian (tempus dilicti) secara jelas, karena ada beberapa tanggal yang dikosongkan oleh JPU.
“Menurut kami sudah jelas JPU tidak bisa menguraikan waktu kejadian (tempus delicti) tindak pidana yang disangkakan kepada Klien Kami, yangmana hal tersebut merupakan syarat materiil sebuh surat dakwaan, sehingga oleh karena JPU tidak dapat menunjukan waktu kejadian secara cermat dalam surat dakwaannya. Maka sudah seharusnya surat dakwaan tersebut diputus batal demi hukum dikarenakan dakwaan yang kabur/samar-samar (Obscuur Libel).” ujarnya.
Versi dia JPU mengakui adanya kesalahan ketik pada surat dakwaan yang sebelumnya dibacakan di persidangan, di mana menurut JPU kesalahan ketik tersebut masih bisa ditoleransi. Atas hal tersebut Adi Sumiarta menyampaikan bahwa JPU secara sadar telah mengakui surat dakwaan yang dibuat ada kesalahan. Artinya mata dia surat dakwaan tersebut tidak dibuat secara cermat.
Atas hal tersebut sudah sepatutnya majelis hakim yang memeriksa perkara memutuskan surat dakwaan JPU batal demi hukum. “Surat dakwaan yang dibuat secara tidak cermat seharusnya batal demi hukum”, tegasnya.
Pada sidang tersebut Penasehat Hukum Terdakwa juga menyerahkan tembusan surat kepada Majelis Hakim dan JPU terkait pengaduan hukum yang dibuat oleh Penasehat Hukum Terdakwa yakni meminta agar para penegak hukum tidak tebang pilih serta menjunjung tinggi asas equality before the law.
Hal tersebut didasarkan atas tidak ditetapkannya kedua atasan Terdakwa yakni sebagai tersangka. Padahal dalam surat dakwaan JPU secara jelas disebutkan terdakwa, Ni Wayan Putri Lestari yang saat itu bekerja sebagai seorang teller di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Ubud melakukan tindakan bersama-sama kedua atasannya hingga mengalami kerugian sebesar Rp 7.442.792.832.
“Kemarin kami telah mengirimkan surat pengaduan hukum kepada beberapa instasi penegak hukum seperti Kapolri, Jaksa Agung, Kapolda, dan Kejati yang intinya meminta agar aparat penegak hukum tidak tebang pilih serta menjunjung tinggi asas equality before the law. Hari ini kami menyampaikan tembusan surat tersebut kepada Majelis hakim dan JPU,” tutup Adi Sumiarta. Sidang selanjutnya akan digelar pada tanggal 28 Januari 2020 dengan acara pembacaan putusan sela Terdakwa. (PS)