Indonesiainside.id, Denpasar – Petugas Polda Bali melakukan penggerebekan ke kafe yang mempekerjakan anak di bawah umur untuk dijadikan pelayan. Kali ini yang digerebek adalah Kafe Mahoni di Banjar Dunas Bugbugan, Desa Senganan, Penebel Tabanan oleh petugas dari Subdit IV Direktorat Reskrimum Polda Bali.
Penggerebekan dilakukan karena Pemilik tempat hiburan berinisial GP (44) mempekerjakan anak dibawah umur, EN (15) asal Cianjur, Jawa Barat.
GP bersama istri sirinya berinisial IY (22) ditetapkan sebagai tersangka. Polisi juga menangkap PR alias Mami Pipin (28) asal Sukabumi, Jawa Barat yang bertugas merekrut korban. Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka kasus eksploitasi anak dengan ancaman 15 tahun penjara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang RI No. 21 tahun 2007, tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang atau pasal 761 jo pasal 88 Undang Undang RI No. 35, tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang RI No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Wadir Reskrimum Polda Bali AKBP Suratno mengungkapkan, kasus ini berawal dari korban menanyakan lowongan di Kafe Mahoni yang diposting tersangka PR melalui grup info loker pada 29 Desember 2019. EN akhirnya tertarik setelah ditawari gaji Rp2-4 juta. Selain itu, diberikan fasilitas mes serta tiket pesawat ditanggung.
“Tersangka menjelaskan kepada korban selama bekerja di kafe hanya menemani tamu ngobrol dan karaoke,”ujar Suratno didampingi Kasubdit IV AKBP Sang Ayu Putu Alit Saparini, Selasa (28/1).
Korban berangkat dari Cianjur menuju Bandara Soekarno Hatta. Tiket pesawat dikirimkan oleh tersangka IY melalui handphone. Tiba di Bali pada 30 Desember 2019, gadis yang hanya lulusan SMP ini dijemput PR dan langsung dibawa ke mes kafe. “Besoknya korban kerja dari jam 7 malam sampai pukul 02.00 dinihari. Tersangka menyuruh korban berpakaian seksi dan ikut mengonsumsi minuman beralkhohol saat melayani tamu. Korban mengaku pernah mau dicium oleh tamu mabuk,” ungkap mantan Kapolres Buleleng ini.
Empat hari bekerja, EN dihubungi ibunya yang menjadi TKI kemudian meminta anaknya berhenti bekerja di kafe. Saat mau mengundurkan diri, tersangka meminta tebusan Rp10 juta sesuai kesepatakan kontrak.
“Kontraknya selama enam bulan tapi korban tidak tahu apabila berhenti sebelum masa kontrak habis wajib bayar Rp10 juta. Pengakuannya saat diberikan surat kontrak tidak dibaca tapi langsung ditandatangani. Korban juga merasa tertipu karena di awal hanya disuruh menemani tamu ngobrol dan karaoke tapi faktanya disuruh berpakaian seksi dan ikut minum-minum,” beber dia.
Korban akhirnya dijemput kakak iparnya dan tersangka tetap minta tebusan Rp10 juta. Kasus ini akhirnya dilaporkan ke Polda Bali, Kamis (16/1). “Setelah menerima laporan dan melakukan penyelidikan kasus ini memenuhi unsur pidana mulai dari rekrutmen sampai mempekerjakan anak dibawah umur,” tegas dia.
Apakah korban sempat disuruh melayani hubungan badan ? Suratno menegaskan belum. Tapi, di tasnya ditemukan empat alat kontrasepsi. “Kafe itu tidak mengantongi izin dan mempekerjakan 11 orang tapi hanya EN yang dibawah umur,”tandas Suratno. Pengembangan penyidikan akan dilakukan terhadap kasus ini. (PS)