Indonesiainside.id, Denpasar – Seorang komisaris asal Australia harus jauh-jauh dihadirkan ke Pengadilan Negeri (PN) Denpasar dalam kasus dugaan penggelapan perusahaan penanaman modal asing. Dalam kasus ini perusahaan merugi hingga Ro 3,3 miliar karena diduga digelapkan oleh direktur perusahaan bernama I Ketut Pariana.
Komisaris yang dihadirkan ini bernama Stephen Petrick O’Sullivan. Dalam kesaksiannya dia mengatakan sama sekali tidak memahami aturan yang berlaku di Indonesia untuk pendirian usaha. Karenanya, selaku komisaris saksi menyerahkan tanggung jawab sepenuhnya kepada terdakwa.
“Selaku komisaris saya percaya apa kata dia (terdakwa) apapun itu. Karena dia selaku direktur perusahaan sepenuhnya dipegang,” kata saksi asal Australia ini.
Dia mengaku apa yang dilakukan terdakwa ini tidak pernah dilaporkan.
Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Dewa Gede Anom Rai di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Estar Oktavi,SH MH menyebut terdakwa selaku direktur PT Bali Indo Suplies, disangkakan telah melakukan penggelapan uang perusahan lebih dari Rp3 miliar.
Terdakwa asal Tabanan berumur 50 tahun ini menjabat selaku direktur perusahaan yang beralamat di Jalan Goa Gong, Banjar Santi desa Ungasan, Kuta Selatan Badung.
Perusahaan yang bergerak dalam penanaman modal asing dan berkantor pusat di Australia, ini dilaporkan oleh saksi penggelapan uang yang dilakukan terdakwa sebesar Rp. 3.385.605.013.
Itu terkuak saat terdakwa diminta oleh pihak perusahaan pusat yang beralamat di Australia untuk audit laporan laba rugi perusahaan di Bali dari tahun 2016 – Juni 2018.
Dari audit keungan yang dilakukan pihak perusahaan yang berpusat di Australia, menemukan adanya kejanggalan laporan pengeluaran dan tidak dapat dipertanggung jawabkan oleh terdakwa.
Dimana dalam temuan tersebut, pengeluaran perusahaan yang tidak ditunjukkan bukti kuat oleh terdakwa adalah untuk periode tahun 2016 jumlah total Rp.993.914.772. Pengeluaran periode tahun 2017 jumlahnya Rp. 2.087.008.013. Dan, per tanggal 30 Juni 2018, pengeluaran Rp.304.681.618.
“Dari total pengeluaran perusahaan yang tidak dapat ditunjukkan oleh terdakwa berupa alat bukti nota data pengeluaran dari tahun 2016 hingga 30 Juni 2018 totalnya menpai Rp.Rp. 3.385.605.013.,” sebut Jaksa Kejati Bali, ini. Kini kasus ini masih bergulir di pengadilan. (PS)