Indonesiainside.id, Jakarta – Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Jawa Barat (Jabar) melalui Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jabar mengusulkan 15 kabupaten/kota zona biru (level 2) sebagai daerah yang bisa menerapkan new normal atau di Jabar dikenal dengan istilah adaptasi kebiasaan baru (AKB).
Bagi pemerintah daerah kabupaten/kota yang ingin menerapkan AKB harus lebih dulu mencabut status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) saat mengajukan surat permohonan AKB kepada Kementerian Kesehatan.
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jabar Ridwan Kamil, mengatakan istilah AKB dipilih di Jabar karena sebagian masyarakat menilai, istilah new normal membingungkan dan aktivitas kehidupan dianggap telah normal kembali. Penggunaan istilah AKB melalui survei ke masyarakat.
“Kalau pakai kata normal membingungkan karena sebagian yang tidak paham (mengira) kondisi baik lagi (normal), padahal belum. Kita pilih AKB agar mudah dipahami” kata Emil, sapaan akrabnya, kemarin (2/6).
Dalam AKB di 15 kabupaten/kota, Emil mengatakan, terdapat lima tahap beradaptasi. Tahap pertama adalah adaptasi di tempat ibadah, khususnya masjid.
Selain mengikuti protokol kesehatan yakni pengecekan suhu tubuh, mengenakan masker, jaga jarak, mencuci tangan, dia mengimbau jemaah untuk membawa perlengkapan salat dan wudu dari rumah. Adapun bagi pengurus masjid hanya diizinkan membuka 50 persen dari kapasitas serta mengajukan izin berupa surat kelaikan operasional dan bebas Covid-19 ke kantor kecamatan setempat.
“Sesuai arahan dari Kementerian Agama, setiap masjid harus mengajukan surat ke kecamatan untuk menanyakan apakah masjidnya masuk kategori yang aman dan layak untuk dibuka ke publik,” tuturnya.
Nantinya, AKB di tempat ibadah akan dievaluasi dalam tujuh hari atau sepekan. Setelah itu, daerah zona biru tersebut bisa masuk ke tahap kedua yaitu AKB di sektor ekonomi industri, perkantoran, dan pertanian. Stelah dievaluasi selama tujuh hari dan tidak ada anomali persebaran Covid-19, maka wilayah tersebut bisa masuk ke tahap ketiga yaitu AKB untuk mall dan retail atau pertokoan.
Emil menyampaikan bahwa setiap pertokoan yang buka harus didampingi tim pengendali yang menjadi bagian dari gugus tugas. Di unit terkecil ini, tim yang mengawasi aktivitas pengunjung bisa pemilik toko maupun petugas keamanan. Mereka harus bertanggung jawab jika terjadi penularan di areanya dan diperkenankan menegur pembeli yang tidak menerapkan protokol kesehatan.
“Sementara untuk mal tetap dengan kapasitas 50 persen dan menetapkan protokol kesehatan, kecuali untuk bioskop dan karaoke itu belum bisa (beradaptasi) karena ruangannya tidak aman,” ucap Emil.
Di tahap keempat atau satu bulan sejak pemberlakuan AKB tahap pertama, barulah suatu daerah masuk ke pemulihan sektor pariwisata, dengan catatan tidak ditemukan kasus Covid-19 di tiga tahap sebelumnya. Emil berujar, pihaknya untuk sementara tidak mengizinkan tempat pariwisata menerima wisatawan dari luar Jabar.
“Jangan sampai pariwisata dibuka (di tahap keempat AKB), tiba-tiba datang tamu yang sejarah perjalanannya tidak bisa diketahui atau dari Zona Merah,” tuturnya. (02/Aza)