Oleh: Muhajir
Indonesiainside.id, Jakarta – Peneliti Pusako Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai meningkatnya anggota dewan di parlemen periode 2019-2014 hanya sebatas memenuhi syarat. Ini karena ada aturan yang mewajibkan kouta 30 persen bagi caleg perempuan.
Aturan itu termaktub dalam undang-undang (UU) No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum, UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR-DPRD yang di dalamnya juga memuat aturan terkait Pemilu tahun 2009.
Aturan tentang kewajiban kuota 30 persen bagi caleg perempuan adalah salah satu capaian penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia pascareformasi. Aturan tersebut tertuang dalam sejumlah UU, yakni UU No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum, UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR-DPRD yang di dalamnya juga memuat aturan terkait Pemilu tahun 2009.
“Keterwakilan perempuan baru bisa punya bunyi yang kuat adalah kalau memang ketentuannya pada posisi-posisi kunci bagi perempuan. Nah selama ini (jumlah perempuan) hanya untuk penuhi syarat,” kata Feri di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Ahad (8/9).
Menurut dia, suara anggota dewan perempuan memiliki kekuatan dalam menentukan kebijakan jika diberi jabatan strategis, atau bersinggungan langsung dengan kepentingan wanita. Namun jika tidak, kaum hawa di DPR harus bersatu agar suara mereka bisa didengar.
“Pastikan kunci utama pemegang di parlemen juga diwakili kelompok perempuan, atau perempuan bersatu untuk suarakan hak perempuan. Ini yang perlu ditunggu juga dari kelompok perempuan,” kata Feri.
Di tempat yang sama, Ketua Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Veri Junaidi, menyoroti agar revisi UU MD3 yang hanya konsentrasi pada jumlah pimpinan MPR. Tapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang bicara mengenai keterwakilan perempuan di alat kelengakapan itu pun tidak pernah dibahas dalam pembahasan sekarang.
“Oleh karena itu menurut saya ini yang memang perlu menjadi perhatian bagi dewan untuk memenuhi hak perempuan. salah satunya hak perempuan di pimpinan alat kelengkapan,” jelas Veri.
Menurut dia, perempuan itu lebih telaten, lebih jeli, dan bisa dipercaya daripada laki-laki. Jika selama ini kaum hawa hanya ditempatkan sebagai anggota, maka tidak jauh berbeda bila berada di posisi alat kelengkapan.
“Sehingga mereka bisa lebih mempengaruhi lebih besar kebijakan apa yang disusun oleh DPR,” ucap Veri. (EP)