Indonesiainside.id, Jakarta – Direktur Sinergi masyarakat untuk demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin menuturkan, NasDem dapat mengadopsi konsep oposisi proporsional. Konsep dimana parpol tidak selalu mengambil posisi berlawanan dengan pemerintah.
“Kalau kebijakan pemerintah benar, sudah sepantasnya mereka dukung. Kalau kebijakan pemerintah tidak sesuai dengan visi dan misi Presiden, apalagi tidak berpihak pada kepentingan rakyat, tentu harus dikritisi,” kata Said di Jakarta, Sabtu (2/11)
Namun, jika kebijakan yang tidak benar itu justru diambil oleh menteri yang berasal dari parpol bersangkutan, maka tidak cukup hanya dikritisi. Parpol harus berani mengusulkan kepada Presiden untuk memecat atau mengganti mereka. “Itu baru fair,” katanya.
Dengan cara demikian, NasDem dapat terhindar dari tudingan bermain politik dua kaki atau dianggap menjadi kerikil dalam sepatu bagi pemerintah. Menurut dia, jika NasDem sudah bersikap ‘fair’ seperti itu masih dipandang sinis atau dicurigai, maka kecenderungannya rakyat akan berpihak pada NasDem.
“Oleh sebab itu, agar segala sesuatunya menjadi jelas, NasDem perlu segera menetapkan sikap politiknya. Kalau pilihannya jatuh pada opsi menjadi oposisi proporsional, ada peluang partai-partai politik yang lain akan mengikuti sikap Nasdem,” katanya.
PKS, misalnya, jelas dia, mungkin saja tertarik dengan konsep itu. Apalagi diantara Nasdem dan PKS sudah ada pembicaraan awal terkait opsi menjadi oposisi. Bukan mustahil Partai Demokrat dan PAN pada gilirannya juga akan ikut serta.
“Dengan modal kursi DPR yang lebih banyak dari ketiga partai itu NasDem bisa mengambil peran sebagai ‘imam’ oposisi proporsional. Jika NasDem berhasil memainkan peran itu sebagaimana mestinya, maka boleh jadi Nasdem akan memetik sukses di Pemilu 2024,” ucapnya.
Konsultan senior political and constitutional law consulting (Postulat) ini menegaskan, jika serius dan konsisten pada opsi oposisi, NasDem bisa berperan sebagai pemimpin oposisi proporsional. Lewat cara ini, NasDem mungkin saja memetik sukses di Pemilu 2024.
“Selama NasDem belum memberi ketegasan, publik menjadi bertanya-tanya, NasDem ini sebetulnya sedang bersandiwara lewat jurus gertakan politik atau memang memiliki kesungguhan politik menjadi partai oposisi?,” katanya.
Jika Nasdem terus mengambil posisi abu-abu, pemerintah juga lama-lama bisa tidak nyaman dengan NasDem. Bukan mustahil loyalitas mereka akan diragukan oleh pemerintah.
“Kasihan juga Kader Nasdem yang duduk sebagai menteri. Mereka mungkin juga jadi risih pada Presiden dan koleganya di Kabinet Indonesia Maju (KIM),” katanya.
Rasa kikuk dalam pergaulan politik boleh jadi tidak hanya dirasakan oleh Jhonny G Plate (Menkominfo), Siti Nurbaya (Menteri LHK), dan Syahrul Yasin Limpo (Mentan), tetapi mungkin juga dialami oleh kader Nasdem yang duduk di kursi DPR dan DPRD di seluruh Indonesia. (PS)