Indonesiainside.id, Jakarta– Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, mengusulkan ada aturan setingkat regulasi mengenai e-rekapitulasi dan digitalisasi C1. Ia menilai dua usulan itu bisa memperbaiki penyelenggaraan pemilu. Apalagi, pemilu sebelumnya dianggap bermasalah, baik dari segi waktu maupun efisiensi.
“Hal yang paling urgent sebetulnya untuk sekarang itu, pertama memutuskan bahwa e-rekap itu dijadikan sebagai hasil resmi pemilu. Kedua, tidak lagi salinan itu diberikan dalam bentuk copy manual, tapi diperkenankan dalam bentuk digital,” kata Arief di Kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11/2019).
Dia mengatakan, dengan menggunakan mekanisme demikian maka penyelengaraan pemilu, baik tingkat Pilkada maupun Pilpres, akan semakin efektif dan efesien. Ia mengusulkan kedua hal itu dengan dua pertimbangan, yakni masalah waktu dan biaya.
Masyarakat tidak perlu menunggu lama untuk mengetahui hasil Pemilu. Dari segi biaya juga bisa lebih hemat, tidak mencapai 25 triliun sebagaimana pada Pemilu 2019.
“Pemilu jadi lebih hemat, karena tidak perlu lagi rekap di kecamatan yang lama itu, rekap di kabupaten, rekap di provinsi untuk pemilihan gubernur,” ujarnya.
Mengenai digitalisasi C1, maka KPU tidak lagi membutuhkan banyak petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Ini untuk menghindari kasus kematian ratusan KPPS seperti yang terjadi Pemilu 2019.
“Maka salinan digital itu akan memangkas tugas KPPS yang harus mengisi berlembar-lembar salinan itu. Terutama untuk Pileg. Kalau untuk Pilpres dan pilkada, sebetulnya tidak terlalu banyak,” kata dia.
Arief juga menyebut dengan menerapkan dua materi itu maka saksi dari peserta pemilu tak lagi dibutuhkan. Ini karena pengawasan pemilu bisa dipantau langsung oleh masyarakat dan instansi terkait.
“Kemudian dikirim melalui jaringan internet ke seluruh peserta pemilu, menurut saya itu sudah cukup. Jadi hemat dari penyelenggara pemilu, dan hemat juga bagi peserta pemilu,” ucapnya. (EP)