Indonesiainside.id, Jakarta – Komisi III DPR menggelar rapat kerja (raker) dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Gedung DPR, Jakarta, hari ini (21/11). Dalam rapat tersebut, tudingan eks Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, mengenai anggota TNI, ASN, maupun mahasiswa terpapar radikalisme kembali mengemuka.
Hal itu ditanyakan anggota Komisi III F-PAN, Sarifuddin Sudding, kepada kepala BNPT, Suhardi Alus, saat diberi kesempatan untuk memberi tanggapan. Ia menanyakan pemetaan wilayah serta pemetaan terhadap statement Ryamizard bahwa ada tiga persen anggota TNI yang terpapar radikalisme dan terorisme.
“Bagaimana pandangan saudara terkait itu?” tanya Sudding. Saat menjawab, Suhardi mengaku tidak memiliki data seperti yang disampaikan Ryamizard.
Suhardi menceritakan, saat Ryamizard menyampaikan pernyataan tersebut, ia ditelpon oleh Wiranto yang kala itu menjabat Menko Polhukam.
“‘Hardi, dari mana data itu?’. (Dijawab) ‘Saya juga nggak tahu, Pak. Bapak bisa tanya sama Pak Menhan karena kami tidak punya data itu’,” kata Suhardi menirukan percakapannya dengan Wiranto.
Ia menyebut BNPT sama sekali tidak memiliki data mengenai radikalisme seperti yang diungkapkan Ryamizard. Namun, hal itu hanya informasi. Sama halnya dengan pernyataan yang menyebut ASN dan kampus atau perguruan tinggi terpapar radikalisme.
“Jadi data tidak pernah kami dapatkan tapi kami mendapatkan informasi-informasi,” ucapnya. Namun, ia mengaku telah melakukan pemetaan dengan bekerjasama dengan Kementerian PAN-RB. Hanya saja yang disampaikan adalah mereduksi paham itu agar tidak berkembang.
“Sama seperti dengan perguruan tinggi, kami tidak pernah merilis jumlah perguruan tinggi (yang terpapar radikalisme) sekian,” kata Suhardi menjelaskan.
Ia menjelaskan, BNPT tidak akan merilis data mengenai perguruan tinggi yang diduga terpapar radikalisme. Ia khawatir hal itu menimbulkan kegaduhan dan membuat mahasiswa tidak fokus belajar. Tentu, hal itu akan berpengaruh lada masa depan bangsa.
Ia menyebut hal terpenting saat ini adalah mereduksi paham-paham radikalisme di lembaga-lembaga perguruan tinggi maupun ASN. “Kami tidak akan merilis seperti itu, dan kami tidak ingin seperti itu. Ini kami coba untuk akselerasi,” ucap dia.
Sudding lalu menanyakan kembali untuk memastikan hal tersebut. “Jadi statement itu tidak akurat? Tidak ada data sama sekali?” tanya Sudding.
“Tidak Pak, mungkin Bapak bisa tanya sama Mabes TNI atau itu Pak,” kata Suhardi menegaskan. (EP)