Indonesiainside.id, Jakarta – Anggota Komisi VIII DPR berpendapat bahwa Kementerian Agama (Kemenag) adalah wajah keberagaman Pancasila. Sejarah Kemenag itu bersifat vertikal dan tidak otonom.
Dengan demikian, setiap Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenag yang berada di seluruh Indonesia memiliki fungsi dan tupoksi yang luar biasa, meski mempunyai persoalan berbeda-beda. Tupoksi Kemenag adalah menjaga keagamaan di dalam keberagaman, menjaga pendidikan baik madrasah maupun lembaga pendidikan lain.
“Tetapi Kemenag jangan masuk ke wilayah-wilayah keimanan yang sudah jelas syariatnya,” kata Anggota Komisi VIII DPR, Nurhasan Zaidi, saat rapat kerja dengan dengan Sekretaris Jenderal Kemenag beserta para Kakanwil Kemenag seluruh Indonesia, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (12/12).
Politikus PKS itu menjelaskan, implementasi isu-isu yang dikembangkan oleh Kemenag seharusnya bisa dipahami lebih bijak oleh Kanwil. Dia lalu memberikan catatan penting, seperti persoalan majelis taklim yang akhir-akhir ini ramai jadi perbincangan publik.
“Majelis taklim Ini masuk wilayah kultural yang tidak bisa diurus secara struktural, meskipun hak pendataan adalah hak negara,” ujarnya.
Nurhasan menuturkan, dalam undang-undang sistem pendidikan nasional, terdapat pasal yang mengatur anggaran fungsi pendidikan. Hal itu ditujukan agar terjadi pemerataan dan keadilan fungsi pendidikan kepada seluruh masyarakat.
Ini berbeda dengan terjadi pada saat ini. Dalam pembangunan madrasah-madrasah, Nurhasan melihat madrasah yang terbangun masih berada di kota-kota kabupaten dan kota kecamatan.
“Sementara madrasah di desa banyak yang ambruk. Di kota kecamatan, bantuan madrasahnya yang menerima yang itu-itu saja,” ucap dua mengkritik.
Dia mengingatkan, pemerataan keadilan terhadap madrasah merupakan hak yang telah diberikan oleh undang-undang. Maka itu dia menegaskan bahwa objektifitas pemerataan pendidikan harus jelas.
“Masa depan negeri ini tergantung pada Kemenag. Jangan bicara radikalisme atau akan menghapus kata jihad. Jihad dalam konteks implementasi sekarang adalah jihad menuntut ilmu, politik, bisnis. Jadi jangan main-main dengan kosakata keagamaan. Menteri Agama jangan masuk ke wilayah-wilayah yang sudah aksiomatik,” kata dia. (EP)