Indonesiainside.id, Jakarta – Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah, menilai masalah banjir maupun macet di Jakarta lebih mudah diselesaikan oleh kebijakan presiden daripada gubernur. Namun, jika keduanya bersatu tentu lebih cepat selesai.
Seharusnya, kata dia, sejak awal ada perencanaan yang terintegrasi pada 3 propinsi dengan pemerintah pusat: Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Tanpa itu, semua pihak akan terjebak saling menyalahkan, sebab 3 propinsi itu merupakan kawasan yang saling berketergantungan satu sama lain.
“Bahkan untuk menopang 3 propinsi ini, seharusnya Lampung mulai diikutkan salam perencanaan kawasan,” kata Fahri melalui laman resminya, Kamis (2/1).
Mantan Wakil Ketua DPR itu mengatakan, integrasi provinsi dan kota di Indonesia harus direncanakan secara fisik, selain integrasi konsep kenegaraan Indonesia. Dalam kerangka itu, presiden dan DPR bisa membuat regulasi yang memaksa daerah tertentu untuk mengikuti konsep besar integrasi kawasan tersebut.
Jawa dan Sumatera, kata dia, seharusnya disambung agar pergerakan penduduk ke luar Jawa yang lebih besar dan lebih kosong dapat terjadi secara mudah. Disertai pembangunan transportasi sampai ke Sabang maka mobilitas ke barat akan semakin cepat dan mudah.
Tak hanya itu, ide memindahkan ibukota ke pulau Kalimantan juga harus diletakkan dalam kerangka integrasi kawasan. Hanya dengan konsep itu pemindahan ibu kota relevan.
“Ini baru bicara bagian barat dan tengah, belum bicara timur,” ujar Fahri. Papua memiliki persoalan yang lebih pelik. Di luar masalah politik dan integrasi, dalam ekonomi, sumber kemiskinannya bukan banjir tapi ketimpangan di banyak sektor; pendidikan, kesehatan, dan kesempatan berusaha.
Menurut dia, pemerintah harus menghidupkan jalur Pasifik, Biak harus kembali dibuka sebagai jalur penerbangan internasional seperti zaman Presiden Soeharto. Negara-negara Pasifik sedang berkembang dan Papua adalah salah satu pulau terbesar di pasifik selatan bersama Australia dan NewZealand. Papua bukan Asia.
“Tapi kita lagi bicara banjir, dan banjir seperti bencana alam lainnya adalah penyebab kemiskinan yang instan. Manusia bergerak seperti semut, di mana ada harapan dan kehidupan manusia bergerak ke sana. Kepadatan penduduk adalah indikator nyata kegagalan menata harapan,” tutur dia.
Dia mengatakan, harapan Indonesia sampai saat ini masih nampak menumpuk di Jawa. Di Jawa terkhusus di Jakarta terdapat kekayaan ekonomi, ada kemajuan pendidikan, ada pergaulan global, ada karier politik dan pemerintahan. Secara umum ada pengaruh bagi masa depan pribadi dan kelompok.
Dia lalu menyarankan kepada presiden untuk menjadikan momen ini untuk mengalang persatuan. Ini sama dengan konsep integrasi kawasan harus dimulai dengan sila ke-3 Pancasila.
Para gubernur harus sadar bahwa presiden adalah kekuatan yang paling efektif untuk membangun provinsi dan seluruh wilayah daerah. Maka tidak ada manfaatnya jika gubernur diajak ‘bertengkar’ dengan presiden.
“Jangan mau diajak bertengkar dengan presiden gak ada gunanya. Hasilnya hanya kesengsaraan rakyat. Ini waktu mengubur ego. Bersatu. Semoga musibah besar ini dapat menjadi momentum kebersamaan,” ucap Fahri.(EP)