Indonesiainside.id, Jakarta – Pakar hukum internasional dari Universities Indonesia (UI), Hikmahanto, menilai WNI yang tergabung dalam ISIS di Suriah sudah kehilangan kewarganegaraan. Ia mendasarkan pendapatnya pada Pasal 23 UU Kewarganegaraan huruf d dan f.
Huruf (d) menyebutkan kehilangan kewarganegaraan karena “masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari presiden”. Sementara huruf (f) berbunyi, “secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut”.
Hikmahanto menjelaskan, istilah ‘bagian dari negara asing’ bisa saja sebagai pemberontak yang hendak menggulingkan pemerintah yang sah. Sementara ISIS, kata dia, merupakan pemberontak di Suriah. ISIS menggunakan cara-cara teror untuk menggantikan negara Suriah dan Irak.
Dia mengatakan, jika WNI ISIS itu tidak kehilangan kewarganegaraan maka Kemnteria Luar Negeri tau Perwakilan Indoensia di Indoensia akan memberikan perlindungan. Namun, selama ini tidak ada informasi Kemenlu memberikan perlindungan kepada mereka.
“Kenyataanya, ini tidak terjadi,” kata Hikmahanto di Jakarta, Jumat (6/2). Hal yang perlu dipahami adalah sejak WNI itu bergabung dengan ISIS, mereka sudah menganggap ISIS sebagai negara.
“Oleh karenanya, sejak saat itu mereka telah rela melepas kewarganegaraan Indonesianya,” ujar dia.
Hak itu semakin dikuatkan dengan fakta bahwa sebagian mereka membakar paspor Indoensia-nya. Padahal, paspor adalah simbol kewarganegaraan. Atas dasar itu, menurut dia, pemerintah tidak perlu pusing dengan status mereka..
“Memang secara teori eks WNI ini berstatus stareless. Namun kondisi stareless ini tidak berada di Indonesia, sehingga pemerintah tidak perlu pusing untuk mewarganegarakan mereka,” ucap Hikmahanto.(EP)