Indonesiainside.id, Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyebut penghentian pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja tergantung sikap pemerintah. Produk hukum itu mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat, mulai dari internal DPR hingga serikat buruh.
Kelompok buruh mengancam akan turun ke jalan dengan estimasi massa 50 ribu orang di Jakarta jika RUU itu tetap dibahas. Mereka meminta klaster ketenagakerjaan dihilangkan dari omnibus law. Mereka juga trlah bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Namun, hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari istana terkait penundaan pembahasan RUU itu.
“Kalau penghentian pembahasan (omnibus law) tergantung sikap pemerintah,” kata Ketua Panitia Kerja (Panja) Omnibus Law Ciptaker, Supratman, kepada wartawan, Kamis (23/4).
Pembahasan RUU itu sudah memasuki tahap RDPU yang berkaitan dengan Bab I (ketentuan umum) dan Bab II (maksud dan tujuan). Supratman mengklaim akan mendengarkan aspirasi buruh yang menolak pembahasan klaster ketenagakerjaan dalam RUU itu.
“Pada prinsipnya, kami setuju penundaan pembahasan klaster tenaga kerja sampai situasi memungkinkan,” ucap Supratman.
Namun untuk klaster yang tak menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat, DPR akan tetap melanjutkan pembahasan. Beberapa klaster yang tidak mendapat penolakan seperti UMKM dan kawasan ekonomi khusus.
“Jadi nanti kita akan lihat kalau ini akan ditunda terhadap klaster yang masih menimbulkan pro dan kontra, terutama pasal-pasalnya kita akan minta dipending. Tapi khusus berkaitan dengan klaster ketenagakerjaan itu akan kita minta penundaan,” tutur Supratman.
Omnibus Law Cipta Kerja memiliki sebelas klaster yakni; Penyederhanaan Perizinan, Persyaratan Investasi, Ketenagakerjaan, kemudahan, pemberdayaan, dan Perlindungan UMK-M, Kemudahan Berusaha, Dukungan Riset dan Inovasi, Administrasi Pemerintahan, Pengenaan Sanksi, Pengadaan Lahan, Investasi dan Proyek Pemerintah, dan Kawasan Ekonomi.(EP)