Indonesiainside.id, Jakarta – Pemilu Presiden 2024 diprediksi akan melahirkan tokoh politik alternatif. Namun, aspek pemilu yang baik juga harus diperhatikan seperti merevisi Undang-Undang Pemilihan Umum yang menetapkan bahwa calon yang ingin maju pada Pemilu 2024 harus memenuhi 25 persen kursi dari pemilu sebelumnya.
“Maka dengan ada RUU Pemilu itu, kesempatan untuk memunculkan tokoh alternatif untuk Pemilu 2024 sangat tidak mungkin. Karena tidak bisa memenuhi syarat atau dengan kata lain banyak tokoh alternatif yang hendak didorong akan tetapi saluran untuk menominasikan kandidat tidak dibuka,” kata Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilihan Umum dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, dalam diskusi daring yang diselenggarakan Political and Public Policy Studies, di Jakarta, Jumat (19/6).
Menurut dia, jika kran kandidat diperlonggar, akan sangat bagus. Akan banyak tokoh alternatif baru yang muncul di pertarungan politik 2024 nanti. “Semakin banyak pilihan semakin berwarna,” kata Titi.
Pilpres 2024, kata Titi, akan sangat dinamis karena tidak ada yang menjadi petahana (incumbent), sehingga isu-isu politik bisa sedikit terlepas dari bicara soal politisasi kebijakan negara dan sebagainya seperti Pilpres 2019 lalu.
“Kalau itu dikombinasikan dengan RUU Pemilu yang bagus, misalnya dengan penghapusan ambang batas pencalonan presiden yang sangat berat itu. Kemudian proses pemilunya sederhana, tidak harus dipaksa lima surat suara, pemilunya DPR, DPD, presiden saja, kompetisinya itu akan lebih baik,” ujarnya.
Seperti diketahui, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan punya peluang besar untuk diusung sebagai calon presiden (capres). Anies juga telah membuktikan kinerjanya yang baik selama memimpin Ibu Kota Negara. Dia bahkan lebih tegas dari pemerintah pusat dalam hal penanganan Covid-19.
Selain itu, banyak terobosan yang dilakukan Anies dan kemudian menjadi rujukan pemerintah daerah lainnya dalam hal penanganan Covid-19. Anies bahkan lebih awal mendeteksi kemungkinan membludaknya Covid-19, namun berbenturan dengan kebijakan pemerintah pusat.
Bagi partai politik, Anies juga menjadi salah satu kandidat potensial, meski tidak punya partai atau bukan kader partai mana pun. Belum lagi jika siap berpasangan dengan Sandiaga Uno, yang dulu menjadi pasangannya pada Pilkada DKI Jakarta. Namun, Sandi mengundurkan diri karena dicalonkan menjadi calon wakil presiden berpasangan dengan Prabowo Subianto.
Jika keduanya berpasangan, maka sentimen pemilih kemungkinan kembali terbelah menjadi dua poros besar sebagaimana dua kali pilpres antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto pada Pilpres 2014 dan 2019. Jika benar demikian, maka siapa yang akan diusung dari kubu Jokowi atau partai pendukung utamanya?
Yang pasti, Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo, Ketua DPR RI Puan Maharani, dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, mulai masuk radar. Namun, peta politik di Tanah Air masih sangat cair dan dinamis. Bisa saja muncul tokoh alternatif lainnya. (Aza/Ant)