Indonesiainside.id, Jakarta – Pakar Hukum Tata Negara UMY, King Faisal Sulaiman menilai dinasti politik adalah sesuatu yang biasa dalam dunia perpolitikan. Persoalannya adalah apakah sosok yang diusung menjadi pemimpin daerah atau nasional tersebut memiliki kompetensi dan kapabilitas yang baik.
“Nah, persoalan penting adalah the right man on the right place, kalau bicara soal etika dan kepatutan politik, 1001 malam bicara ini tidak akan selesai,” kata Faisal dalam sebuah zoombinar, Rabu (22/7).
Lebih lanjut, dia menekankan agar partai politik yang mengusung setiap calon kepala daerah harus memerhatikan unsur public trust. Kendati setiap anak pejabat masuk di bursa Pilkada, dia harus dapat meyakinkan masyarakat dengan gagasan dan kerja.
“Politik dinasti ini sebenarnya sesuatu yang lumrah. Karena politik Pilkada ini kan asimetris, artinya tidak ada sesuatu yang ganjil ketika anak pejabat maju, apalagi dia diwariskan gen untuk melanjutkan regenerasi,” ujarnya.
Peneliti Indopol Survey, Verdy Firmantoro menyampaikan, dalam membangun demokrasi yang berkualitas, tidak melulu berbasis prosedural. Karenanya, dia menilai pencalonan Gibran sebagai bakal calon wali kota Solo tak bertentangan dengan konstitusi.
“Tapi kehawatirannya, ketika yang berkontestasi adalah keluarga pejabat, maka yang akan menjadi bencana adalah bagaimana kepemimpinan dibangun atas dasar kapasitas, bukan sekadar kekuatan politik, uang dan massa,” katanya.
Bencana lain, menurut dia, ketika ada pusaran politik di satu titik yang sama, maka ada juga pemusatan ekonomi yang hanya berada pada satu titik. “Ini yang kami khawatirkan, bukan sekadar dinasti politik secara seremonial,” ujar dia. (Msh)