Indonesiainside.id, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik enam orang menteri dan lima wakil menteri Kabinet Indonesia Maju di Istana Negara, Rabu (23/12).
Keenam orang menteri tersebut adalah Yaqut Cholil Khoumas sebagai Menteri Agama; Budi Gunadi Sadikin sebagai Menteri Kesehatan; Tri Rismaharani sebagai Menteri Sosial; Muhammad Lutfi sebagai Menteri Perdagangan; Sakti Wahyu Trenggono sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan; Sandiaga Salahuddin Uno sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Pengangkatan tersebut berdasarkan Keputusan Presiden No 133/P tahun 2020 tentang Pengisian dan Penggantian Beberapa Menteri Negara Kabinet Indonesia Maju Tahun 2019-2024 tertanggal 23 Desember 2020.
Selanjutnya Presiden Jokowi melantik lima orang wakil menteri di kabinet Indonesia Maju, yaitu Muhammad Herindra sebagai Wakil Menteri Pertahanan; Edward Omar Syarif Hiariej sebagai Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia; Dante Saksono Harbuwono sebagai Wakil Menteri Kesehatan; Harvick Hasnul Qolbi sebagai Wakil Menteri Pertanian; Pahala Nugraha Mansyuri sebagai Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara I
Menanggapi perombakan kabinet tersebut, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada Satria Aji Imawan menilai tujuan Presiden Jokowi untuk mengganti sejumlah menterinya agar pelaksanaan vaksinasi serta pemulihan ekonomi di 2021 berjalan lancar.
Menurut dia, menteri baru tersebut seharusnya tidak melakukan banyak akrobat dalam melaksanakan kebijakannya. “Reshuffle Kabinet ini semestinya dijadikan sebagai momentum kerja kelembagaan negara pada Kabinet Indonesia Maju. Kerja kelembagaan negara bukan dimaknai sebagai gagah-gagahan melakukan terobosan kebijakan,” katanya.
Melihat komposisi kata dia, setidaknya ada beberapa menteri baru yang berpotensi melakukan manuver kebijakan. “Itu sebab, Reshuffle Kabinet akhir tahun 2020 jangan dimaknai sebagai euforia berlebihan. Pada masa krisis seperti ini, Reshuffle Kabinet harus diletakkan sebagai perbaikan kinerja tidak hanya individu yang membidangi sektor kerja tertentu, namun juga kelembagaan secara keseluruhan,” katanya.
Sementara itu mengenai ditunjuknya Budi Gunadi Sadikin yang tidak memiliki latar belakang di dunia kesehatan dalam menjalankan tugas barunya, Epidemiolog Dicky Budiman menyatakan pekerjaan rumah yang akan dihadapi sangat berat.
“Karena bukan berbasis kesehatan ya harus diakui akan berat itu realistis,” kata Dicky.
Mengenai Pandemi, dia diminta untuk menurunkan kurva penularan virus serendah mungkin.
“Saya kira akan perlu waktu, tidak bisa dalam satu bulan langsung seperti itu perlu setidaknya 2-3 bulan. Dan tentu PR besarnya sebetulnya kita harus memiliki program pengendalian pandemi secara komprehensif,” kata dia. (Aza/Ant)