Indonesiainside,id, Jakarta – Menteri Agama (Menag) RI Yaqut Cholil Qoumas kembali menegaskan bahwa agama hanya sebagai inspirasi, bukan aspirasi. Karena itu, dia mengajak masyarakat di Tanah Air agar menjadikan agama sebagai sebuah inspirasi saja sebagaimana apa yang diyakini oleh Menag.
Hal itu ditegaskan kembali oleh Menag saat diskusi lintas agama dengan tema “Memperkokoh Persatuan dan Kesatuan Bangsa dalam Kebinekaan” di Jakarta, Ahad (27/12). “Kita merasakan beberapa tahun belakangan agama sudah atau ada yang menggiring agama menjadi norma konflik,” katanya.
Pria yang kerap disapa Gus Yaqut itu menegaskan agama harus dijadikan sebagai sumber inspirasi bukan aspirasi. Sebab, jika agama dijadikan sumber aspirasi dan dilakukan oleh orang-orang yang tidak tepat, bisa berbahaya. Jika ada pihak-pihak yang demikian, Menag menyatakan akan melawan.
“Indonesia berdiri antarkultur dan budaya maupun agama yang ada di Indonesia ini,” ujar Menag.
Namun, beda orang beda keyakinan atau pendapat. Menag bisa saja meyakini bahwa agama bukan aspirasi. Itu sah saja sebagai pendapat. Demikian halnya dengan pendapat yang dikemukakan oleh Pendiri Al-Fahmu Institute Ustadz Dr H Fahmi Salim MA.
Jebolan Universitas al-Azhar jurusan tafsir Al-Qur’an ini menegaskan, tidak tepat jika dikatakan bahwa Islam hanyalah inspirasi, tetapi bukan aspirasi. Dalam sejarah bangsa ini sejak prakemerdekaan hingga paskareformasi, Islam sudah menjadi inspirasi, aspirasi, dan solusi.
Seperti diberitakan sebelumnya, Ustadz mengatakan, Indonesia yang menjadi tanah air dan tumpah darah kaum muslimin ini, terbukti bahwa Islam bukan hanya inspirasi bagi bangsa dan negara. Namun, Islam juga menjadi aspirasi dan sekaligus solusi bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Maka tidak tepat kalau ada oknum yang mengatakan bahwa agama cukup menjadi inspirasi saja,” katanya.
Pertama, Islam sebagai inspirasi, di mana Indonesia adalah negeri yang dibebaskan dari penjajahan kaum kuffar yang diperjuangkan para suyuhada dan ulama. Ajaran Islamlah yang menginspirasi bangsa ini untuk merdeka dari penjajahan asing, sejak abad 16, dengan meletusnya perang sabil berabad-abad di seluruh nusantara.
“Dengan inspirasi ajaran Islam, yaitu jihad di jalan Alah SWT, maka lahirlah resolusi jihad pada 22 Oktober 1945, yang memantik seluruh perlawanan kaum santri, ulama, ummat Islam, di Surabaya untuk menghadang masuknya kembali Belanda ingin menjajah yang baru saja diproklamasikan,” katanya.
Kemudian, Islam juga yang menginsipireasi lahirnya negara bangsa melalui kesepakatan para founding fathers dalam Piagam Jakarta 22 Juni 1945, dilanjutkan pada 18 Agustus 1945, dan lahirnya dekrit presiden pada 1959 yang menyatakan, bahwa Piagam Jakarta menjadi satu kesatuan dan menjadi ruh bagi Pancasila yang tidak bisa dipisahkan.
“Nasionalisme lahir di Indonesia karena dorongan dan spirit Islam,” kata Wakil Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini.
Kedua, Islam sebagai aspirasi. Dia mengatakan, eksistensi ormas Islam yang lahir jauh sebelum Republik ini diproklamasikan, melahirkan aspirasi dan perjuangan ummat dari Islam agar menjadi ajaran dalam tatanan kehidupan keluarga, individu, berbangsa, dan bernegara. Lahirlah Syarikat Dagang Islam, Syarikat Islam, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Persatuan Islam, Persatuan Ummat Islam, Alwasliyah, dan lainnya.
“Itu menunjukkan tumbuhnya aspirasi ummat agar ajaran Islam dilindungi dan diakomodasi oleh negara yang diperjuangkan oleh para ulama pejuang Islam serta komponen bangsa lainnya,” katanya. (Aza/Ant)