Indonesiainside.id, Jakarta – Isu suksesi kepemimpinan partai politik kembali menyeruak. Kali ini terkait dengan posisi ketua umum partai pemenang pemilu 2019, PDI Perjuangan (PDIP).
Pengamat Politik Wempy Hadir menyatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan sosok yang tepat menggantikan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDIP yang sudah memimpin partai berlogo banteng moncong putih itu selama 20 tahun lebih.
Wempy yang juga peneliti Indopolling Network menganalisa jika memang pertimbangannya atas dasar ideologis dan rekam jejak, sosok Jokowi dinilainya tepat memimpin PDI Perjuangan. Hal itu karena, Presiden Jokowi merupakan politisi yang lahir dari bawah.
“Dia pernah menjabat sebagai wali kota hingga menjabat sebagai presiden sejak tahun 2014 lalu,” kata Arief Munandar Pengamat Sosial dan juga dewan redaksi Forum News Network (FNN) di platform YouTube, Bang Arief, Kamis (19/3), mengomentari pemberitaan di salah satu media online tentang isu tersebut.
Masalahnya, apakah Megawati rela menyerahkan kepimpinan partainya kepada orang di luar trah Soekarno.
“Apa ibu Mega rela menyerahkannya di luar keluarga Bung Karno,” katanya.
Menurut Arief, selama ini masyarakat melihat PDIP sebagai partai yang identik dengan keluarga Soekarno. Padahal jika flashback, PDIP merupakan kelanjutan dari PDI.
“Awalnya tidak ada hubungannya dengan keluarga Soekarno,” kata Arief lagi.
Saat itu, Soerjadi Ketua Umum PDI mengajak Megawati dan adiknya, Guruh Soekarnoputra terjun ke politik pada tahun 1987 saat raupan suara PDI masih di bawah Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Di sisi lain, keluarga Bung Karno sudah berkomitmen untuk tidak turun ke politik praktis. Tapi Soerjadi mampu membujuk kedua anak Soekarno untuk terjun ke politik dan bergabung di PDI.
“Sejak bergabungnya Megawati ke PDI, suara melonjak ke 10% hingga 14%. Seperti yang kita tahu dulu Megawati terpilih secara de facto menjadi ketua umum. KLB di Surabaya kemudian dijegal lewat KLB Medan, dan seterusnya. Kemudian ada perebutan kantor PDI,” ujarnya.
Belakangan, seiring kepemimpinan Megawati yang sudah lebih dari 20 tahun masyarakat lantas mengidentikkan PDIP dengan keluarga Soekarno.
“Jadi orang susah membayangkan kalau partai ini (PDIP) tidak dipimpin oleh keluarga Soekarno. Apalagi saat ini dua anak dari Megawati, Puan Maharani dan Prananda Prabowo yang digadang-gadang, besar kemungkinan akan menggantikan ibunya memimpin PDIP. Tapi ada juga suara-suara yang menghendaki partai ini lebih terbuka. Mungkin kelompok inilah yang akan mendorong Presiden Jokowi menggantikan Megawati,” tambahnya.
Arief yang juga jurnalis di FNN menilai bahwa hubungan Presiden Jokowi dan Megawati tidaklah mulus. Menurutnya, sering terjadi gesekan antara Istana dan Teuku Umar (Megawati).
“Yang terakhir ya kemarin, masalah KLB Sibolangit yang berusaha mendongkel Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari kursi Ketua Umum. Pasca KLB itu ada dua silaturahmi. Tanggal 9 Maret , AHY silaturahmi ke Istana Bogor diundang oleh Presiden Jokowi,” katanya.
Dalam pertemuan itu, Presiden Jokowi memberi jaminan bahwa pemerintah akan menyelesaikan masalah ini sesuai ketentuan perundang undangan yang berlaku.
“Sehari sesudahnya, Ketum KLB Sibolangit Moeldoko melakukan kunjungan ke kediaman Megawati. Moeldoko memberikan alasan mengapa ia mengambil alih Partai Demokrat, yaitu ingin mengakhiri dominasi keluarga Cikeas di bawah kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ini paradoks menurut saya, kenapa keluarga Cikeas harus diakhiri tapi keluarga Soekarno di PDIP baik baik saja?,” ujarnya. (lia)