Indonesiainside.id, Jakarta – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menilai adanya pihak yang ingin mengusung presiden hingga tiga periode merupakan tindakan inkonstitusional.
Hal ini disampaikannya sebagai respons atas keinginan segelintir orang yang hendak meresmikan Sekretariat Nasional (Seknas) untuk memajukan Jokowi menjadi calon presiden (capres) tiga periode. Jokowi akan dipasangan dengan Prabowo Subianto, Ketua Umum Gerindra.
Peresmian Seknas untuk mendorong Presiden Jokowi menjadi capres tiga periode adalah perilaku inkonstitusional. Sebab hal ini bertentangan dengan spirit dan teks konstitusi UUD NRI 1945.
Hidayat menjelaskan Pasal 7 UUD NRI 1945 yang masih berlaku saat ini secara tegas mengatur masa jabatan presiden dan wakil presiden selama lima tahun. Aturan tersebut menyebutkan hanya boleh dipilih kembali pada jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan.
“Artinya, masa jabatan Presiden hanya dua periode saja. Jadi, kalau ada yang ngotot mencalonkan kembali seseorang seperti Presiden Joko Widodo yang sudah menjabat dua periode, itu tidak sesuai dengan konstitusi yang berlaku. Karenanya manuver seperti itu bisa dinilai inkonstitusional,” ujar Hidayat dalam keterangannya, Senin (21/6).
Lebih lanjut, Hidayat menegaskan peresmian Seknas yang mengusung Jokowi menjadi capres untuk periode ketiga bisa diartikan mendorong Presiden Jokowi mengabaikan ketentuan konstitusi. Serta mendorong Jokowi melaksanakan hal yang tidak dibenarkan oleh konstitusi.
Bila demikian, kata Hidayat, peresmian ini justru akan memposisikan Presiden Jokowi berhadapan dengan konsistensi atas pernyataannya sendiri.
“Bahkan, terkait wacana tiga periode masa jabatan itu, Presiden Jokowi secara tegas menyebutkan bahwa dirinya menolak. Jokowi juga menyampaikan pihak-pihak yang mengusulkan presiden tiga periode sebagai kelompok yang hanya mencari muka, atau bahkan menjerumuskan dan menampar muka dirinya,” kata Hidayat.
“Yang demikian itu karena Presiden Jokowi menyadari bahwa dirinya produk Reformasi yang memberlakukan UUD dengan pembatasan masa jabatan Presiden. Selain tentu Beliau juga tahu bahwa sesuai UUD NRI 1945 (Pasal 6A ayat 2) yang mengajukan calon Presiden bukan Seknas atau survei, tapi Partai Politik. Padahal, tidak ada satu Parpol pun yang mengusulkan perubahan UUD untuk memperpanjang masa jabatan Presiden, bahkan PDIP melalui Ketumnya maupun Waket MPR dari PDIP, tegas menyampaikan sikap tidak setuju perubahan pasal 7 UUD NRI 1945 untuk memperpanjang masa jabatan Presiden,” ujarnya.
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menilai semestinya semua pihak legowo dan mendukung penguatan praktik demokrasi. Caranya, dengan menaati aturan konstitusi yang berlaku termasuk soal masa jabatan presiden hanya dua periode saja.
Hidayat pun mengatakan tidak perlu ada manuver untuk hal yang sudah dikoreksi oleh konstitusi, seperti soal masa jabatan presiden. Apalagi sampai menghimpun relawan pendukung manuver yang tak sesuai dengan konstitusi.
Dirinya juga mengimbau kepada Presiden Jokowi untuk menegaskan penolakannya pada perpanjangan masa jabatan presiden 3 periode, yakni dengan melarang manuver-manuver yang tak sesuai dengan konstitusi itu. Selain itu, Presiden Jokowi sebaiknya kembali menegaskan komitmennya tegak lurus pada aturan konstitusi yang membatasi masa jabatan presiden dua periode saja.
“Kalau mereka tetap ngotot dengan manuver yang tak sesuai dengan konstitusi itu dan tetap dibiarkan juga, maka berarti mereka dibiarkan menampar muka Presiden dan menjerumuskan Presiden, sebagaimana sebelumnya sudah diingatkan oleh Presiden Jokowi. Sesuatu hal yang harusnya dicegah dan tidak boleh dilakukan. Agar berkonstitusi dan berdemokrasi,” pungkasnya. (Red)