Oleh : Eko P |
Indonesiainside.id, Padang –– Pelaksanaan tradisi Balimau di Kota Padang, Sumatera Barat tetap berlangsung meski diwarnai guyuran hujan yang melanda daerah itu sejak Ahad siang (5/5).
Salah seorang warga Husni (56) di Padang, Minggu mengatakan dirinya berada di aliran sungai Lubuk Minturun sejak pukul 16.00 WIB namun hingga saat ini jumlah warga yang ‘balimau’ sedikit sekali.
“Mungkin karena hujan deras yang datang sejak siang dan membuat warga enggan datang karena takut terkena air bah. Namun biasanya juga ramai,” kata dia.
Menurut dia kondisi ini jelas berbeda dengan tahun lalu, ia menceritakan pada 2018 kondisi cuaca sangat cerah dan lokasi ini dipenuhi oleh masyarakat yang mandi di kawasan Lubuk Minturun ini.
“Biasanya jalur ini sangat macet baik oleh mobil maupun sepeda motor namun hari ini sangat sepi,” katanya.
Ia mengatakan tetap melaksanakan tradisi yang dilakukan setiap tahun dengan mengajak kedua anaknya untuk sekedar mandi saja.
“Mengajak anak-anak mandi saja karena sungai ini ramai setiap tahunnya. Melihat cuaca seperti ini tentu kita mandi di pinggir saja, “ kata dia.
Sementara di kawasan Pantai Padang di kawasan Purus Kecamatan Padang Barat terlihat sejumlah warga mandi di pantai yang terdiri dari orang dewasa maupun anak-anak.
Meskipun hujan turun, puluhan mobil terparkir di ruas jalan di kawasan Purus tersebut. Puluhan petugas baik kepolisian, Satpol PP, dan lainnya terlihat melakukan pengawasan.
Kapolresta Padang Kombes Yulmar Try Himawan mengatakan jumlah masyarakat yang datang ke lokasi ‘balimau’ tidak seramai tahun lalu.
“Mungkin karena faktor cuaca, namun di Pantai Padang saya kira cukup ramai dan kita tetap melakukan pengamanan,” kata dia.
Sebelumnya Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno meminta agar tradisi ‘balimau’ atau mandi menyucikan diri menyambut masuknya bulan Ramadhan jangan dikaitkan dengan agama karena akan menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat.
“Kalau dikaitkan dengan agama tentu tradisi ini akan menimbulkan keresahan karena dibilang dekat dengan tradisi Hindu yang menyucikan diri di Sungai Gangga, sementara mayoritas masyarakat di Sumbar adalah muslim,” kata dia.
Ia mengimbau tradisi ‘Balimau’ ini sebaiknya diambil dari sisi budaya dan kebiasaan yang dilakukan masyarakat Sumbar dalam menyambut bulan puasa setiap tahunnya.
Sebenarnya tidak ada yang salah jika tradisi ini dipandang dari sudut kebiasaan, namun yang jadi masalah adalah mandi bercampurnya laki-laki dengan perempuan di lokasi tersebut sehingga rentan terhadap perilaku maksiat.
“Mandi campur ditambah adanya buka-bukaan ketika mandi ini yang menuju arah maksiat. Hal ini tentu tidak dapat diterima,” katanya. (EPJ/Ant)