Wafatnya Baginda Ummul Mukminin, Khadijah, menjadi tahun kesedihan bagi Nabi SAW. Terlebih lagi, Abu Thalib yang juga paman Nabi, baru saja meninggal tiga hari sebelumnya.
Saat istri Nabi SAW wafat, Rasulullah sempat berkata kepadanya, “Kamu tidak suka terhadap hal yang aku lihat padamu hari ini, tetapi Allah menjadikan ketidaksukaan itu jadi kebaikan.”
Pada saat pemakaman Khadijah, Nabi SAW sendiri masuk ke liang lahat dan menguburkan mayat istri tersayangnya. Sangat dalam kesedihan beliau saat wafatnya Khadijah, karena dialah yang bisa menentramkan hati dan jiwanya.
Beliau bersedih seperti ketika Abu Thalib, pamannya, meninggal tiga hari sebelumnya. Kesedihan yang sangat mendalam itulah yang menjadikan tahun tersebut sebagai “Tahun Kedukaan” atau “’Âmul huzn.”
Sepeninggal kedua tokoh tersebut, rintangan yang dihadapi Rasulullah SAW menjadi semakin berat dalam berdakwah. Sebab, selain penopang rumah tangganya telah tiada, ditambah lagi dengan hilangnya sosok paman yang punya pengaruh cukup besar terhadap penduduk Makkah.
Inilah yang digambarkan oleh Said Ramadhan al-Buthi, bahwa dinamai “Tahun Kesedihan” bukan karena kepergian Abu Thalib dan Khadijah semata, melainkan karena lebih banyak pintu dakwah yang tertutup sepeninggal dua orang tersebut.
Sebelumnya Abu Thalib sangat berperan penting dalam terbukanya pintu-pintu dakwah. Nabi r sangat kehilangan. Karena itu, ketika Khaulah binti Hakim berkata, “Wahai Rasulullah, sepertinya engkau sangat sedih dengan meninggalnya Khadijah.” Nabi SAW menjawab: “Benar, karena dia seorang ibu dan pendidik yang baik.”
Imam Nawawi menyebut bahwa, Khadijah hidup bersama Nabi SAW selama 24 tahun dan beberapa bulan, kemudian meninggal. Sedangkan Imam adz-Dzahabi ketika menggambarkan sosok Khadijah adalah wanita yang memiliki sifat mulia yang tidak terhitung, dia sempurna, cerdas, terhormat, dan taat beragama.
Dia sudah mendapat jaminan surga, dan Nabi SAW kerap menyanjung dan mengistimewakan Khadijah dibandingkan Ummul Mukminin lainnya. Sampai-sampai Aisyah pernah berkomentar, “Aku tidak pernah iri pada wanita seperti iriku pada Khadijah, karena Nabi SAW sering menyebut-nyebut namanya.” (HR. al-Bukhari, Muslim, dan at-Tirmidzi)
Tidak heran jika Rasulullah dalam banyak riwayat kerap kali menyebut-nyebut Khadijah, semoga Allah meridhainya. Misalnya, hadits yang dinarasikan Imam al-Bukhari ini, ketika beliau bersabda, “Cinta (Khadijah) adalah anugerah terbesar yang diberikan padaku.”
Atau hadits lain yang dirawikan Imam al-Bukhari, Muslim, dan at-Tirmidzi, “Wanita langit paling mulia adalah Maryam binti Imran, dan wanita bumi paling mulia adalah Khadijah.” (Shahih al-Bukhari, hadits no. 3201, Shahih Muslim, hadits no. 4465, Sunan at-Tirmidzi, hadits no. 3841)
Saking sayangnya, Nabi SAW selalu menyanjungnya, dan sangat sayang kepada orang yang disayangi Khadijah. Beliau sudah merasa nyaman ketika hanya sekadar mendengar suara mirip Khadijah. Aisyah, semoga Allah meridhainya, meriwayatkan:
“Suatu waktu, saudara perempuan Khadijah yang bernama Halah datang berkunjung ke rumahnya. Mendengar suara Halah sudah cukup mengingatkan akan Khadijah dan membuat raut wajahnya berseri-seri.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Di lain waktu, seorang wanita tua yang merupakan teman dekat Khadijah berkunjung ke rumah beliau, maka ia pun disambut dan dijamu dengan istimewa. Bahkan beliau menggelar surbannya untuk tempat duduk wanita tua itu. Beliau bertanya kabarnya.
Hingga Aisyah heran dan berkata pada Nabi SAW, “Sampai seperti itu engkau menyambutnya?” Rasulullah menjawab, “Dia teman dekat Khadijah. Dahulu, sering datang ke rumah kami. Dia termasuk wanita beriman generasi pertama.”(HR. al-Hakim dan al-Baihaqi)
Dalam riwayat lain, Aisyah menyebutkan, jika Nabi menyembelih kambing, beliau berkata, “Kirimkan ke teman-teman Khadijah..” (HR. Muslim)
Nabi menyayangi orang-orang yang dulu disayang Khadijah. Tidak hanya sampai di situ, Khadijah bahkan mendapatkan pernah salam dari Allah I. Hadits dari Abu Hurairah Ra yang diriwayatkan Imam al-Bukhari dan Muslim menyebutkan, bahwa Jibril As mendatangi Nabi SAW lalu berpesan:
“Sampaikan salam kepada Khadijah dari Allah dan dariku, beritahu padanya bahwa baginya sudah disediakan rumah di surga yang terbuat dari batu permata, yang tidak ada keributan dan rasa lelah.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Hadits lain menceritakan, Jibril datang pada Nabi SAW mengabarkan, “Wahai Rasulullah! Khadijah akan datang kepadamu membawa lauk-pauk atau minuman. Jika dia sudah datang, sampaikan salam padanya, dari Tuhannya. Beritahu bahwa baginya sudah disediakan rumah di surga terbuat dari batu permata, yang tidak ada keributan dan rasa lelah.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Ada juga hadits yang dinarasikan Ibnu Abbas Ra terkait keistimewaan Khadijah, semoga Allah meridhainya. Rasulullah SAW pernah membuat beberapa garis di tanah, lalu bertanya, “Apakah kalian tahu maksudnya?” Para sahabat menjawab, “Allah dan rasul Nya lebih tahu.” Beliau menjawab, “Wanita terbaik di surga adalah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, Maryam binti Imran, dan Asiyah binti Muzahim (Istri Fir›aun).”
Fatimah pernah bertanya, “Di manakah Ibunda Khadijah?”
“Di sebuah rumah yang terbuat dari tiang-tiang. Dalam rumah itu sama sekali tidak ada keributan dan rasa lelah. Berada di antara Maryam dan Asiyah,” jawab Rasulullah SAW.
“Dari tiang ini?” Fatimah kembali bertanya.
“Tidak, tetapi dari tiang yang bertahtakan berlian, intan, dan permata,” terang Nabi SAW.(HR. ath-Thabrani, lihat “al-Mu’jam al-Awsath” (1/139)
Di antara keistimewaan Khadijah, semoga Allah meridhainya:
1. Orang pertama yang melakukan salat bersama Rasulullah SAW.
2. Wanita pertama yang melahirkan anak-anak Rasulullah SAW.
3. Di antara para istri, Khadijah adalah yang pertama kali mendapat jaminan surga.
4. Orang pertama mendapat kiriman salam dari surga.
5. Wanita pertama yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
6. Istri Nabi yang pertama kali meninggal dunia.
7. Kuburan yang pertama kali dimasuki Nabi SAW adalah milik Khadijah.
Demikian kisah Khadijah, istri yang dicintai Baginda Rasulullah SAW. Tulisan selanjutnya, tiga wanita suci yang menjadi teladan bagi umat Islam. (Aza)