Abdul Aziz bin Abi Ruwad –dalam buku Az-Zuhdu Al-Kabiir (Baihaqi, 1987: 267)– bercerita bahwa saat tidur beliau bermimpi melihat Rasulullah SAW.
Pada kesempatan itu, beliau meminta nasihat. Beberapa nasihat yang diberikan Nabi SAW:
(1) Barangsiapa yang hari ini sama dengan kemarin, maka dia terperdaya.
(2) Barangsiapa yang hari ini lebih jelek daripada kemarin, maka dia terlaknat.
(3) Barangsiapa yang hari ini tidak bertambah (kebaikannya) maka kondisinya berkurang. Maka mati lebih baik baginya.
(4) Orang yang rindu surga, maka dia akan bergegas melakukan kebaikan-kebaikan.
Nasihat ini biasanya dinisbatkan kepada Nabi Muhammad SAW. Padahal, itu adalah mimpi dari Abdul Aziz bin Abi Ruwad. Meski begitu, maknanya masih relevan untuk dibuat resolusi tahun baru.
Pertama, konsisten beramal baik. Dalam hadits, disebutkan bahwa: amal yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling istiqamah meski itu sedikit.
Oleh karena itu, jika pada hari, minggu, bulan dan tahun ini belum bisa berbuat lebih baik dari kemarin, maka setidaknya tetap konsisten seperti sebelumnya.
Selain itu, untuk konsisten beramal biasanya dimulai dari hal-hal yang sesuai kesanggupan. Orang yang bisa istiqamah biasanya melakukan sesuatu yang bertahap. Dimulai dengan yang paling ringan.
Biasanya, kalau beramal hanya berdasar semangat, yang dipilih adalah target-target besar, akibatnya akan putus di tengah jalan. Pernah Nabi menyindir sahabatnya semangat shalat malam hanya beberapa hari, namun pada akhirnya putus di tengah jalan.
Kedua, beramal lebih baik daripada kemarin. Salah satu dalil yang menguatkannya seperti surah Al-Mulk ayat dua. Diciptakannya kematian dan kehidupan oleh Allah adalah untuk menguji manusia siapakah di antara mereka yang paling baik amalnya.
Kata “paling” dalam bahasa Arab menunjukkan ada kelebihan dibanding dengan yang biasa. Artinya, ada peningkatan kualitas di dalamnya. Untuk mengetahui amal akan lebih baik dari sebelumnya memerlukan semacam evaluasi dan data memadai agar target-target ke depan bukan barasal dari acuan yang hampa.
Ketiga, berusaha menambah kebaikan. Ada kesadaran serius untuk menambah setiap kebaikan yang telah dicapai. Dengan kata lain, ada penambahan kuantitasnya.
Suatu ketika, Abdullah bin Amru bin Ash meminta penjelasan Nabi terkait membaca Al-Qur`an. Awalnya kata Nabi minimal khatam sampai satu bulan. Rupanya Ibnu Amru merasa sanggup dan memintah tambah. Begitu terus hingga Nabi memberi batas maksimal yaitu hatam dalam waktu tiga hari.
Doa semacam: Rabbi zidni ‘ilman warzuqni fahman (Ya Tuhanku! Tambahkanlah ilmu padaku serta rezekikan kepadaku pemahaman) adalah suatu contoh permintaan yang menunjukkan ingin ditambah oleh Allah beramal baik. Tak cukup sampai di situ, tapi juga ingin dikaruniai rezeki berupa pemahaman.
Keempat, antusisas dalam melakukan kebaikan. Kelima, berorientasi akhirat. Resolusi tahun baru yang keempat dan kelima ini nilainya cukup siginifikan. Orang yang tidak semangat dalam beramal, maka tidak akan ada capaian-capaian luar biasa.
Selanjutnya, setiap rencana amal besar apapun diorientasikan untuk tujuan akhirat. Bila tidak, hanya akan bernilai seperti debu diterpa angin atau seperti fatamorgana di tengah terik mentari di gurun pasir.
Jadi, berdasarkan uraian tadi, resolusi tahun baru, apapun capaian dan amal baiknya perlu didasari dengan: konsistensi, peningkatan kualitas, penambahan kuantitas, antusias tinggi dan berorientasi akhirat. Dengan landasan ini, insya Allah pada tahun baru, ada capaian-capain besar yang akan digapai; atas izin Allah Ta’ala. (Aza)