Hadiah hendaknya diberikan tanpa ada niat dan tendensi tertentu. Antar karyawan dengan kedudukan yang sama saling memberi hadiah, akan menambah jalinan persaudaraan. Jika bawahan memberi hadiah pada atasan, itu berpotensi jatuh pada suap.
Setiap kali seseorang akan diangkat menjadi pegawai atau pejabat, ia akan menjalani sumpah jabatan. Dalam sumpah jabatan itu, antara lain, seseorang tidak menerima hadiah atau bentuk apa pun selama menjalani tugas-tugasnya. Sumpah jabatan ini menjadi kontrak-kerja pertama sebelum seseorang menjalankan tugas-tugasnya, baik selaku karyawan maupun sebagai pejabat di lingkungannya.
Ketika seseorang sudah menjalankan fungsinya sebagai karyawan atau pejabat, godaan akan mulai hadir. Di antaranya adalah pemberian hadiah, baik dari eksternal maupun internal. Dari eksternal, biasanya dari mitra kerja atau bisnis. Sedangkan dari internal, antara bawahan ke atasan. Pemberian hadiah seperti ini, jelas ada motif, yang berujung pada tindak pidana korupsi.
Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
هَدَايَا الْعُمَّالِ غُلُولٌ
“Hadiah bagi pejabat (pekerja) adalah ghulul (khianat).” (HR. Imam Ahmad)
Syekh Abdul Aziz bin Baz (wafat pada 1420 H/1999 M di Mekkah), pernah ditanya tentang seseorang yang menyerahkan sesuatu yang berharga kepada atasannya dan mengklaim sebagai hadiah. Bin Baz menjawab, “Ini adalah sebuah kesalahan dan sarana yang dapat menimbulkan petaka yang banyak, seharusnya atasannya tidak menerimanya.Ia menjadi suap dan sarana menuju kebiasaan menjilat dan berkhianat, kecuali bila dia menerimanya untuk rumah sakit dan keperluan bukan untuk dirinya pribadi. Dia perlu memberitahukan kepada si pemberi akan hal itu dan berkata kepadanya, “Ini untuk keperluan rumah sakit, saya menerimanya bukan untuk kepentingan diri sendiri.”
Dalam pandangan Bin Baz, sebaiknya sikap yang diambil adalah mengembalikan pemberian tersebut, baik untuk dirinya maupun untuk rumah sakit. “Sebab hal itu dapat menyeret untuk keperluan pribadi. Bisa jadi akan timbul salah sangka terhadapnya, dan bisa pula karena hadiah tersebut si pemberi jadi berani terhadapnya dan menginginkan agar dia diperlakukan lebih baik dari karyawan yang lainnya.”
Argumen Bin Baz sangat masuk akal. Pemberian hadiah dari pihak eksternal akan memberi kemudahan-kemudahan kepada mereka untuk melakukan sesuatu diluar sistem yang ada. Sedangkan jika atasan diberi hadiah oleh bawahan, itu membuka peluang si atasan bertindak tidak adil terhadap karyawan lainnya. Hadiah pada atasan adalah bentuk dari suap yang hendaknya dihindari agar dijauhkan dari azab neraka. (HMJ)