Di Aljazair ada seorang anak yatim dan fakir yang ibunya ingin menjadikannya sebagai anak yang hafal Al-Qur`an.
Dikirimlah anak itu oleh ibunya di sebuah sekolah hafidz Al-Qur`an yang jauh dari desanya. Perjalanan ditempuh dengan sarana ala kadarnya. Sesampai di lokasi, anak itu bilang, “Syekh, saya ingin menghafal Al-Qur`an di sekolah ini.”
“Boleh. Syaratnya kamu harus menjadi pelayan di sini, mengurusi kebutuhan tamu atau membayar satu dinar pada setiap guru yang mengajarmu,” kata Syekh itu.
“Bagaimana mungkin saya bisa membayarnya Syekh, saya yatim dan fakir. Semua syarat itu berat bagi saya,” jawab anak itu dengan polosnya.
“Solusinya cuma ini, atau kamu kembali pulang ke kampung.”
Akhirnya anak itu kembali dengan tangan hampa. Dengan hati bersedih menempuh perjalanan jauh ke kampung. Bisa dibayangkan bagaimana kondisi anak sekecil itu ketika keinginannya tak sampai.
Di tengah perjalanan, dia sempat istirahat dan kemudian tertidur. Dalam tidurnya dia bermimpi.
Allah Akbar. Anak yatim ini bermimpi ditemui oleh Rasulullah. Kemudian ia mengadukan segala permasalahannya kepada Rasulullah SAW. Beliau menjawab, “Sekarang kembalilah ke Syekh, minta dia untuk membimbingmu jadi hafidz. Ketika sampai di sana, bilang saja Zumaran, Zumaran (Berkelompok-kelompok).”
Kembalilah anak itu dengan penuh optimisme. Ia sampai ke kediaman Syekh sebelum fajar. Diketuklah pintu beliau. Saat dipersilakan masuk, anak itu menceritakan mimpi yang sebelumnya dialami di tengah jalan.
Syekh itu langsung merunduk, mencium kening anak itu dan segera menerimanya menjadi murid.
Syekh itu kemudian bercerita, kenapa Nabi sampai berkata “Zumaran. Zumaran.” Dalam mimpinya.
“Dulu, sewaktu aku pertama kali menghafal Al-Qur`an, aku pernah bertemu Rasulullah dalam mimpi sebagaimana mimpimu. Waktu itu, aku bertanya kepada Rasulullah, bagaimana para penghafalal Al-Qur`an masuk ke dalam surga? Jawab beliau, Mereka masuk secara berombongan-berombongan. (zumaran zumaran)’.”
Kisah ini bersumber dari buku “al-Wa’du al-Haq” (2007: 197) karya Dr Umar Abdul Kafi. Sebagai suatu gambaran betapa gigihnya anak yatim dari Aljazair itu. Keterbatasan harta tidak menjadi penghalang bagi ibu dan dirinya untuk menjadi penghafal Al-Qur`an.
Ketika dia berjuang sungguh-sungguh untuk berkhidmat kepada Al-Qur`an, maka Allah akan memudahkan jalannya dari jalur tanpa disangka-sangka. Ia pantang menyerah dalam memperjuangkan hafal Al-Qur`an.
Apa yang dilakukan anak kecil ini, sesuai dengan kata bijak Arab:
من سار على الدرب وصل
man saara alad-darbi washala
“Barangsiapa yang berjalan (dengan sungguh-sungguh) sesuai jalur (jalan), maka pasti sammpai (pada tujuan).” (Aza)