Sesungguhnya, kematian dan kehidupan sudah ditentukan oleh Allah. Oleh karena itu, tidak dibenarkan –dalam agama Islam– takut mati. Tafsir tematik kali ini membahas tentang kaum yang keluar dari negerinya sendiri karena takut mati.
Allah berfirman:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ خَرَجُوا مِن دِيَارِهِمْ وَهُمْ أُلُوفٌ حَذَرَ الْمَوْتِ فَقَالَ لَهُمُ اللَّـهُ مُوتُوا ثُمَّ أَحْيَاهُمْ ۚ إِنَّ اللَّـهَ لَذُو فَضْلٍ عَلَى النَّاسِ وَلَـٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَشْكُرُونَ (٢٤٣
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang ke luar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati; maka Allah berfirman kepada mereka: “Matilah kamu” , kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.”
Syekh Abu Bakar Al-Jaza’iri dalam tafsirnya berjudul “Aisaru al-Tafaaasir” (I/232, 233) menjelaskan bahwa Ayat ini menjelaskan tentang kisah orang-orang yang keluar dari negeri mereka karena takut mati. Jumlah mereka saat itu ribuan. Berasal dari kalangan Bani Israil yang sedang diterpa musibah penyakit wabah tha’un.
Lalu mereka lari dari negeri yang terjangkit wabah itu untuk menghindarkan diri dari kematian. Lantas Allah mematikan mereka kemudian menghidupkannya lagi berkat doa Nabi Hizqil ‘Alaihis salam.
Syekh Jabir kemudian melontarkan pertanyaan menarik pada pembaca, “Apakah ketika mereka lari bisa menyelamatkan dari kematian? Demikian juga misalnya orang yang hendak lari dari perang, apakah itu bisa menyelamatkannya dari kematian?” Pasti tidak akan bisa.
Memang tidak seharusnya orang takut mati, hingga berusaha lari darinya. Perang tidak akan mendekatkan orang pada ajal, jika belum waktunya. Sifat pengecut juga tidak akan menjauhkan dari kematian kalau memang sudah waktunya.
Dihidupkannya orang yang sudah mati pada ayat ini sebagai karunia dan pelajaran bagi orang yang bersikap seperti mereka, akan tetapi kebanyakan orang tidak mampu mensyukurinya.
Pada ayat ini, ada beberapa pelajaran yang bisa diambil: Pertama, jika ada wabah pada suatu negeri, maka tidak boleh keluar darinya karena takut mati. Kedua, lari negeri yang terkena wabah karena takut mati bisa menodai tauhid. Ketiga, wajib menyebutkan nikmat dan mensyukurinya. (Aza)