Sebelum menjelaskan tentang syarat puasa, terlebih dahulu dikemukan pengertian dari kata “syarath”. Imam Al-Jurjani dalam kitab “At-Ta’rifaat” (I/125) menulis bahwa Syarat adalah sesuatu yang keberadaannya menjadi penentu bagi sesuatu yang lain. Posisinya di luar subtansinya.
Dalam pengertian yang sederhana, syarath adalah sesuatu yang menentukan ketetapan suatu hukum dengan keberadaannya. Misalnya, wudhu. Wudhu ini adalah syarat bagi shalat. Tidak sah shalat seseorang tanpa adanya wudhu sebelumnya.
Baik. Setelah menjelaskan pengertian syarat, sekarang penulis akan menerangkan beberapa syarat yang harus dipenuhi bagi orang yang hendak menunaikan ibadah puasa. Dalam buku “al-Fiqhu al-Manhajy” disebutkan tiga perkara.
Pertama, Islam. Maka tidak sah puasanya orang kafir walau bagaimana pun kondisinya. Dalam surah Al-Baqarah ayat 183 ditegaskan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa,”. Pada ayat ini, yang dipanggil untuk menjalankan perintah puasa adalah orang-orang beriman, bukan yang lainnya.
Kedua, berakal. Maksudnya, bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah; mana yang baik dan mana yang buruk alias duah dewasa.
Oleh karena itu, tidak sah puasanya orang gila, anak kecil yang belum mengerti syariat puasa karena tidak ada niat di dalamnya. Sedangkan anak kecil yang sudah mengerti dan bisa niat, maka sah puasanya.
Dalil dari syarat ini adalah hadits berikut, “Diangkatlah pena dari tiga golongan: Orang yang tidur hingga ia bangun, anak kecil hingga ia remaja (baligh), dan orang gila hingga ia berakal (sembuh).” (HR. Tirmidzi)
Ketiga, terbebas dari uzur yang menghalangi atau membolehkannya untuk tidak berpuasa.Yaitu haidh atau nifas bagi wanita, atau orang pingsan dan gila pada siang hari itu.
Jadi, syarat sahnya puasa ada 3 macam: beragama Islam, berakal (sudah baligh) dan bersih dari berbagai uzur yang menghalanginya berpuasa. (Aza)