Para pembaca sekalian! Puasa adalah bulan kedermawanan. Di dalam bulan ini, kedermawanan Rasulullah semakin melejit tinggi. Jika beliau adalah orang yang sangat dermawan di luar bulan Ramadhan, kedermewanan itu kian memuncak di bulan agung ini.
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ، وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ القُرْآنَ، فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ المُرْسَلَةِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan saat beliau bertemu Jibril. Jibril menemuinya setiap malam untuk mengajarkan Al Qur’an. Dan kedermawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi angin yang berhembus.” (HR. Bukhari)
Salah satu amalan dalam bulan Ramadhan yang menganjurkan nilai penting kedermawanan adalah anjuran untuk memberi makan orang berbuka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa memberi makan (buka) kepada orang yang berpuasa, maka dia mendapat seperti pahalanya tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa sedikit pun.” (HR. Tirmdizi)
Luar biasa. Orang yang menyiapkan amal baik ini, mendapat dua keuntungan: Pertama, mendapat pahala orang berpuasa. Kedua, tidak mengurangi pahala puasanya sedikit pun. Sebuah gambaran dahsyat bagaimana karunia ini dicurahkan Allah kepada hambanya yang melakukan kebajikan ini.
Para sahabatnya pun meneladani kedermawanan beliau di bulan Ramadhan. Sebagai contoh, Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam tafsirnya (1422: II/176) menyebutkan bahwa Abdullah bin Umar RA tidak akan berbuka melainkan bersama anak-anak yatim dan orang-orang miskin. Beliau tidak mau hidup egois demi memuaskan kepentingan sendiri, kebahagiaan sejati bagi beliau adalah ketika mampu berbagai. Terlebih saat momen-momen berpuasa.
Ulama terdahulu seperti Dawud Ath-Thai, Abdul Aziz bin Sulaiman, Malik bin Dinar, Ahmad bin Hanbal dan lainnya juga meneladani kedermawan yang mulia ini. Artinya, mereka membuat planning khusus untuk membuat program ini di bulan Ramadhan sebagai bentuk kedermawanan.
Di bumi Kinanah (Mesir) even penyiapan bukan seperti ini biasa disebut dengan Ma`idatur Rahman (Hidangan dari Ar-Rahman) yang diperuntukkan untuk siapa saja yang mau berbuka puasa. Tidak mengenal kasta dan berbagai jenis perbedaan.
Dalam suasana itu, terlihat banyak kegembiraan, kebersamaan, sinergitas antar muslim. Semuanya menikmati indahnya Ramadhan pada level sosial dan kebudayaan. Penulis jadi berpikir, seandainya salah satu kebiasaan amal bernilai kedermawanan ini dilakukan bukan hanya di bulan Ramadhan, bisa jadi bisa menjadi solusi untuk mengentas problem kemiskinan.
Apalagi, di Indonesia kita diuntungkan dengan bonus demografis, di mana penduduknya usia produktifnya banyak. Kalau potensi besar ini ada yang difokuskan untuk kedermawanan, insya Allah nilah dahsyat Ramadhan ini bisa tetap langgeng hingga Ramadhan berikutnya. (Aza)