Ibadah puasa memiliki kewajiban dan batasan yang wajib dijaga. Allah berfirman pada akhir ayat tentang puasa:
تِلْكَ حُدُودُ اللّهِ فَلاَ تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
“Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 187) Lantas, apa saja pembatal puasa?
Dalam definisi puasa sudah disebutkan bahwa shaum adalah, “Menahan diri dengan niat ibadah dari makan, minum, berhubungan intim serta berbagai hal yang membatalkannya dari terbit fajar hingga terbenam matahari.”
Bagi orang yang berpuasa, ia wajib menjaga puasanya dari hal-hal yang bisa membatalkannya. Di antara yang membatalkannya –secara umum– adalah sebagai berikut:
1. Makan dan minum dan yang masuk dalam makna keduanya yang bisa memberi makan seperti larutan, cairan, dan tranfusi darah.
2. Jimak dan memasukkan mani secara langsung atau onani dan semacamnya. Sedangkan mimpi basah, tidak membatalkan puasa berdasarkan ijmak. Seperti air madzi berdasarkan pendapat yang kuat.
3. Muntah disengaja. Jika muntah tak tertahan maka puasanya sah atau tidak membatalkan puasanya. Sebagaimana sabda nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
مَنْ ذَرَعَهُ قَيْءٌ وَهُوَ صَائِمٌ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ، وَإِنِ اسْتَقَاءَ فَلْيَقْضِ
“Barangsiapa yang muntah dengan tidak sengaja dalam keadaan berpuasa, maka tidak ada qadla’ baginya; dan barangsiapa yang muntah dengan sengaja, maka ia harus mengqadla (puasanya)” (HR. Tirmidzi, Abu Daud dan Ibnu Majah)
4. Keluarnya darah haidh dan nifas pada waktu apapun dari siang hari. Meskipun keluarnya satu menit sebelum Maghrib.
Orang yang melakukan sesuatu yang membuat batal puasa karena tidak tahu hukum, lupa, atau dipaksa, maka puasanya sah, kecuali wanita haid dan nifas (keduanya membatalkan puasa dalam kondisi apapun).
Bagi yang batal puasanya karena uzur syar’i, maka diwajibkan menggantinya di luar bulan Ramadhan. Ini sesuai dengan ketentuan syariat:
فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَن كَانَ مَرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 185).
Itulah di antara hal yang membatalkan puasa. Semoga ibadah puasa kita diterima Allah di masa pandemi ini dan bisa melaksanakannya dengan maksimal. Insya Allah. (Aza)