Secara rukun dan syarat puasa, mungkin banyak orang yang sudah memenuhinya. Namun, ada kasus di mana meski semua sudah terpenuhi, tapi tidak mendapat pahala apa-apa. Inilah penyebabnya.
Pertama, tidak menjaga diri dari perkataan keji. Perkataan keji di sini maksudnya adalah ucapan dusta. Misalnya, orang berpuasa tapi masih suka berdusta. Termasuk juga kesaksian palsu masuk dalam kategori ini.
Kedua, tidak bisa menghindarkan diri dari perbuatan keji. Ini sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالعَمَلَ بِهِ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan keji dan berbuat keji, Allah tidak butuh orang itu meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Bukhari)
Ungkapan tidak butuhnya Allah dalam hadits ini –bila dibaca dalam kitab-kitab syarah hadits—minimal tidak mendapat pahala dan maksimal tidak diterima puasanya.
Ketiga, tidak bisa menjaga diri dari perkataan dan perbuatan kotor. Suka melaknat, menuduh orang, menggunjing dan samacamnya masuk pada kategori ini.
Keempat, tak bisa menahan diri dari perbuatan bodoh.
Kelima, tidak bisa mengontrol emosi dan gampang diajak berkelahi. Ini terangkum dalam sabda Nabi:
الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ، وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ
“Shaum itu benteng, maka (orang yang melaksanakannya) janganlah berbuat kotor (rafats) dan jangan pula berbuat bodoh. Apabila ada orang yang mengajaknya berkelahi atau menghinanya maka katakanlah: ‘aku sedang shaum’ beliau mengulang ucapannya dua kali.” (HR. Bukhari)
Jadi, perkataan keji, perbuatan keji, perkataan kotor, perbuatan kotor, perbuatan bodoh, tempramental saat berpuasa bisa merusak pahala puasa. Oleh karena itu, dari penjelasn hadits itu pembaca bisa tahu bahwa ternyata puasa tidak sekadar selesai syarat dan rukunnya, tetapi juga disertai pengendalian yang total sehingga puasa menjadi sempurna.
Penulis jadi teringat perkataan Jabir bin Abdullah:
إذا صمت فليصم سمعك وبصرك ولسانك عن الكذب والمحارم ودع أذى الجار وليكن عليك وقار وسكينة يوم صومك ولا تجعل يوم صومك ويوم فطرك سواء.
Idza shumta fal-yashum sam’aka wabasharaka walisaanaka ‘anil kadzibi wal mahaarimi wada’ adzal-jaari wa-yakun ‘alaika waqaar wa sakiinah yauma shaumika, wala taj’al yauma shaumika wa yauma fithrika sawaa`.
“Ketika kamu berpuasa, maka puasakan juga pendengaran, pengelihatan dan lisanmu dari dusta, apa saja yang diharamkan, dan tinggalkan (perbuatan atau perkataan) yang menyakiti tetangga, hendaklah kamu bersikap tenang saat berpuasa dan jangan disamakan hari saat puasa dengan saat belum puasa.” (Ibnu Rajab Al-Hanbali, Lathaa`if al-Ma’aarif, 155).
Apa yang dikatakan oleh Jabir ini mencakup segala hal yang bisa merusak pahala puasa bila tak dijaga.(Aza)