Suatu hari seorang yang dikenal dengan panggilan Adduqqi ash-Shufi –sebagaimana dinukil oleh Hamka dalam tafsir Al-Azhanya– menceritakan pengalaman menariknya. Dia biasa menyewakan kuda kendaraan dari kota Damaskus ke negeri Zabdani.
Pada suatu hari seorang menyewa kudanya. Lalu dia berjalan menuruti jalan yang tidak bisa dilalui selama ini. Orang itu berkata: “Ambil jalan jurusan ini saja, sebab jalan ini lebih dekat.”
“Saya tidak biasa menempuh jalan ini,” katanya kepada penyewa itu. “Ke mari leblh dekat!” katanya.
Lalu kami meneruskan perjalanan ke suatu daerah yang kian lama kian sukar dilalui. Di sana didapati suatu jurang yang dalam dan aku dapati pula di sana banyak bangkai orang.
Lalu si penyewa itu berkata: “Engkau peganglah kepala kuda ini, aku akan turun!” Dia pun turun, lalu digulungnya lengan bajunya dan dia bersiap-siap. Tiba-tiba dikeluarkannya sebilah pisau besar tajam dan aku dikejar olehnya. Aku pun segera lari. Tetapi dia mengikuti aku juga dari belakang.
Maka berhentilah aku dan aku serukan kepadanya: “Ambillah kuda itu untukmu dan ambillah segala pelananya dan janganlah aku engkau mengapa-apaannku!”
Dia menjawab: “Kuda ini memang untuk aku, tetapi engkau mesti aku bunuh!” Aku beri peringatan kepadanya bahwa dengan membunuhku dia akan berbuat dosa besar dan kalau ketahuan, dia mesti dihukum, namun dia tidak juga perduli.
Akhirnya aku bersedia menyerah hendak diapakannya sekalipun, asal saja diberinya aku peluang sembahyang dua rakaat.
“Baiklah,” katanya, “Tetapi cepat!”
Setelah aku bertakbir kelulah lidahku karena takut, tidak berketentuan bacaan yang akan aku baca, sehingga satu huruf pun tidak keluar dari mulutku, sedang dia mendesak juga sambil berkata, “Cepatlah!”
Tiba-tiba meluncur sajalah dari lidahku membaca ayat:
{أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ} [النمل: 62]
“atau, siapakah yang memperkenankan permohonan orang yang terdesak apabila memohon kepadanya.”
Belum sampai habis ayat itu aku baca, tiba-tiba muncul sajalah dari balik lembah itu seseorang mengendarai seekor kuda yang amat tangkas memegang sebuah tombak panjang.
Lalu dengan cepat sekali ditombakkannya tombak itu kepada si penyewa yang telah jadi perampok ganas itu, tepat mengenai jantungnya, tembus ke belakang, sehingga tersungkur mati seketika itu juga. Maka aku dekatilah Pahlawan Penolong yang tidak aku kenal itu dan aku tanyakan:
“Demi Allah, sudilah memberitahukan kepadaku, siapa tuan?”
Dia menjawab: “Aku diutus oleh yang engkau seru, yang memperkenankan orang yang terdesak apabila berseru kepadaNya, dan yang menghilangkan segala kesusahan.”
Sedang saya tercengang-cengang dia pun pergi. Tidak berapa saat kemudian tempat itu aku tinggalkan dengan mengendarai kudaku dan menghela kuda yang aku persewakan itu.
Kisah ini memberikan pelajaran penting bahwa dengan mengingat Allah, maka Dia akan membantu kita, bahkan di saat kita dalam kondisi sangat terdesak dan tidak ada seorang pun yang bisa menolong kita. (Aza)