Indonesiainside.id, Jakarta – Menteri Agama Fachrul Razi menerbitkan Keputusan Menteri Agama (KMA) nomor 494 tahun 2020 tentang keberangkatan jamaah haji Indonesia dibatalkan. Keputusan tersebut mempertimbangkan Covid-19 masih menjadi pandemi dan aspek kesehatan jemaah.
Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP Persis), Ustaz Jeje Zainudin menilai, secara syar’i, pemerintah punya kewenangan untuk menetapkan keputusan terdebut. Pasalnya, ibadah haji disyaratkan harus istita’ah.
“Istita’ah itu termasuk kesehatan, jaminan keamanan dan keselamatan selama pelaksanaan ibadah haji,” kata Ustaz Jeje kepada Indonesiainside.id, Selasa (2/6).
Menurutnya, dengan musim pandemi yang belum selesai di Indonesia tentu sangat berisiko terjadinya penularan yang meluas kepada para jamaah haji. Maka, keputusan pembatalan itu suatu yang bisa dipahami dan diterima oleh masyarakat.
“Adapun masalah uang ongkos haji para jamaah telah diatur pula, yaitu disimpan sebagai persiapan keberangkatan tahun depan. Namun uang itu dikelola oleh BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji), di mana hasilnya akan di-sharing dengan para jamaah haji dan akan diberikan satu bulan sebelum keberangkatan tahun depan,” ujarnya.
Terpisah, anggota Komisi VIII DPR Iskan Qolba Lubis menilai, Keputusan Menteri Agama (KMA) 494/2020 tentang pembatalan pemberangkatan jamaah Haji 2020 M/1441 M merupakan keputusan aneh. Dalam UU tentang Haji, keputusan tentang haji harus dibahas bersama antara pemerintah dengan DPR.
Apalagi, kata dia, pemerintah Arab Saudi minta agar pemerintah Indonesia menunggu keputusan dari Saudi karena Covid-19 masih menjadi pandemi. Iskan menilai, Menag terlalu cepat mengambil keputusan.
“Mudah-mudahan tidak merusak hubungan bilateral antara kedua negara. Menag kebelet banget sih, sampai dengan pimpinan komisi VIII aja tidak ada WA (whatsapp) atau telepon,” kata Iskan kepada Indonesiainside.id, Selasa (2/6).
Isman menduga ada hal yang ditutup-tutupi oleh Menag. Pasalnya, sebelum pengumuman keputusan tersebut dan penerbitan KMA 494/2020, Menag tidak ada komunikasi sama sekali dengan DPR.
“Buru-buru seperti itu membuat banyak tanda tanya ada apa? Kenapa tidak mau bahas (bersama) DPR, berarti ada yang disembunyikan, ini yang belum kita tahu,” ujarnya. (02/GUS).