Sebagaimana Allah telah memperindah ciptaan-Nya dan menghiasinya, maka Dia juga menyukai keindahan dari makhluk-Nya. Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan, begitu kata Rasulullah SAW.
Berkaitan dengan masalah ini, dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah SAW bersabda: “Tidak surga orang yang dalam hatinya ada kesombongan sebesar dzarrah. Seorang laki-laki bertanya, sesungguhnya ada orang yang suka agar pakaian dan alas kakinya bagus. Rasul menjawab, sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan, sombong itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain. (HR Muslim, 1/93, no 91; at Tirmidzi, 3/243-244, no 2067)
Pengertian bahwa Allah itu indah adalah indah dalam zat-Nya, indah dalam sifat-sifat-Nya, dan indah dalam perbuatan-Nya. Semua yang datangnya dari Allah itu indah. Sebagaimana firman-Nya, “Alladzii ahsana kulla syaein khalaqah.” Artinya, “Yang membuat bagus segala sesuatu yang Dia ciptakan.” (Surah As-Sajdah: 7)
Kemudian dalam Surat at-Taghabun: “Khalaqas samaawati wal ardha bil haqqi washawwarakum fa ahsana shuwarakum.” Artinya, “Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar, Dia membentuk rupamu, lalu membaguskan rupa-rupamu”. (Surat at-Taghabun: 3)
Kemudian, di ayat lain yang artinya, “Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang. (Surat ash-Shaffaat: 6) Dalam surat al-Kahfi, “Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya”. (Surah Al-Kahfi: 7)
Dari ayat-ayat dalam al-Qur’an di atas menunjukkan bahwa Allah SWT memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya agar melihat keindahan ciptaan-Nya. Tujuannya, agar para hamba Allah dapat merasakan keagungan-Nya kemudian beribadah kepada-Nya.
Nama Allah Ta’ala yang agung, yaitu al-Jamil (Maha Indah), menunjukkan sempurnanya keindahan Allah pada semua nama, sifat, zat dan perbuatan-Nya. Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa semua urusan Allah Ta’ala indah dan baik, dan Dia memiliki nama-nama yang maha indah serta sifat-sifat yang maha bagus dan sempurna.
Allah Azza wa Jalla memperindah ciptaan-Nya dan menghiasinya, maka Dia juga menyukai keindahan dari makhluk-Nya, yaitu menyukai makhluk-Nya yang suka tampil indah, rapi, dan berhias. Yaitu hamba-hamba yang tidak membiarkan dirinya tidak terawat, kusut, dan kotor.
Dalam buku Ahbabullah (Orang-Orang yang Dicintai Allah karya Abdul Azhim bin Badawi al Khalafi berpesan bahwa, berdandan dan berhiaslah kalian karena Allah itu indah dan menyukai keindahan. Berhias dengan maksud untuk memperindah dan berpenampilan rapi karena Allah SWT, masuk di antara 40 karakteristik Muslim yang dicintai Allah dalam buku Ahbabullah tersebut.
Namun, jangan berdandan dengan yang haram. Kemudian, dalam agama sudah ada batasan-batasan cara berhias, berdandan, dan berpenampilan. Misalnya, bagi laki-laki dilarang memperindah diri atau berpenampilan dengan mengenakan perhiasan dari emas, pakaian dari sutra, memanjangkan pakaian, pakaian kebesaran kesombongan, pakaian kafir dan perempuan.
Sedangkan bagi perempuan juga disyariatkan untuk berhias atau berdandan dengan yang halal, dan tidak melanggar syariat agama. Misalnya, yang pasti menutup aurat secara keseluruhan, tidak memakai pakaian laki-laki, dan pakaian wanita kafir. Dilarang juga bertato, tidak menyambung rambut, dan diperintahkan untuk memotong kuku.
Soal mewarnai rambut, perempuan dibolehkan mewarnainya dengan inai atau sejenisnya yang tidak membahayakan. Adapun alat pewarna dari kimia, sudah jelas bahayanya menurut para ahli medis dan farmasi.
Perlu juga diketahui bahwa Allah Azza wa Jalla mencintai seorang hamba yang menghiasi ucapannya dengan kejujuran, menghiasi hatinya dengan keikhlasan, kecintaan, selalu kembali dan bertawakkal kepada-Nya. Kemudian, menghiasi anggota badannya dengan ketaatan kepada-Nya, dan menghiasi tubuhnya dengan memperlihatkan nikmat yang dianugerahkan-Nya kepadanya seperti dalam berpakaian dan menjaga kebersihan.
Allah Azza wa Jalla suka melihat penampakan bekas nikmat-Nya kepada hamba-Nya. Pertama, hal itu termasuk keindahan yang dicintai-Nya dan bentuk syukur kepada-Nya. Bersyukur adalah bentuk keindahan batin. Karena itu, Allah Azza wa Jalla suka melihat keindahan lahir yang berupa tampaknya bekas nikmat-Nya pada diri hamba-Nya.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
يَٰبَنِىٓ ءَادَمَ خُذُوا۟ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ وَلَا تُسْرِفُوٓا۟ ۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلْمُسْرِفِينَ
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ ٱللَّهِ ٱلَّتِىٓ أَخْرَجَ لِعِبَادِهِۦ وَٱلطَّيِّبَٰتِ مِنَ ٱلرِّزْقِ ۚ قُلْ هِىَ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ ۗ كَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ ٱلْءَايَٰتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?” Katakanlah: “Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat”. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui. (QS Al-A’raf 31-32) Wallahu A’lam. (Aza)