Nenek moyang bangsa Arab dan Israil sama, yakni, Nabi Ibrahim Alaihisn Salam. Ibrahim lahir di daerah Babilonia (Irak). Di masa Ibrahim, raja yang berkuasa adalah Namrud. Adapun Azar, ayah Ibrahim, adalah orang kepercayaan Namrud dalam hal pembuatan patung-patung untuk disembah.
Azar, adalah orang pertama yang didakwahi oleh Ibrahim untuk menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tetapi ayahnya tersebut lebih taat kepada Namrud untuk menyembah patung-patung buatannya daripada mengikuti millah Ibrahim.
Setelah lama Sarah, istri Ibrahim Alaihis Salam belum dikarunia anak, Sarah mengizinkan Ibrahim menikahi Hajar. Pernikahan Ibrahim dengan hajar membuahkan anak bernma Ismail Alaihis Salam. Ketika Ismail berusia 14 tahun, Sarah melahirkan Ishaq Alaihis Salam. Dari kedua anak Ibrahim tersebut lahirlah para nabi dan rasul. Dari keturunan Ismail lahirlah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam; sedangkan dari Ishaq lahirlah para nabi dan rasul dari Bani Israil.
Di usianya yang 90 tahun, Ibrahim Alaihis Salam mendapat perintah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mengkhitan diri dan keluarganya. Waktu itu, Ishaq Alaihis Salam belum lahir, sedangkan Ismail Alaihis Salam berusia 13 tahun.
Dalam melaksanakan dakwahnya, Ibrahim Alaihis Salam mendapatkan tentangan yang keras dari Namrud dan rakyatnya. Bahkan, Ibrahim pernah dibakar oleh Namrud, tetapi api, atas izin Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak sanggup menghanguskannya. Ibrahim pun selamat, tanpa mengalami cidera sedikit pun. Karena dakwahnya selalu ditentang oleh Namrud dan rakyatnya, Ibrahim akhirnya hijrah ke Mesir, lalu ke Syam dan berakhir di Makkah. Di kota suci ini, Ibrahim bersma Ismail, membangun kembali Ka’bah.
Ada pelajaran yang menarik dari Nabi Ibrahim Alaihis Salam ketika ia berlepas diri dari kaumnya yang menyembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yakni, ketika Ibrahim membatasi permusuhan dan kebenciannya terhadap kaumnya itu sampai batas mereka menyadari ketersesatannya dan bersedia untuk hanya beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata. Jadi, Ibrahim tidaklah memusuhi setiap orang yang berlainan agama, atau yang berada di luar Islam. Tetapi, terbatas kepada mereka yang memusuhi Islam dan memerangi kaum Muslimin serta mengusir dari negerinya.
Sebab, jika maksudnya tidak demikian, tentu akan terjadi pertentangan antara satu ayat dengan lainnya. Akan menyalahi hikmah Ilahiyah dan logika yang sehat. Bahkan akan menyalahi pula apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beserta para Khulafaur Rasyidun. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri pernah menjalin kerjasama dengan kaum Yahudi ketika beliau berada di kota Madinah, menjamin agama dan harta kekayaan mereka.
Oleh sebab itu, mengikuti jejak Ibrahim dalam membenci kaum musyrikin dan menyatakan permusuhan terhadap mereka itu bukanlah semata-mata karena kemusyrikan mereka, akan tetapi karena mereka membela kemusyrikan dan memusuhi para pendukung Tauhid, di samping menyebarkan fitnah di kalangan manusia tentang aqidah yang mereka anut sehingga mereka merasa tidak tenteram atas aqidahnya itu. Adapun kaum musyrikin yang tidak memusuhi Tauhid, tidak memerangi dan mengganggu aqidah kaum Muslimin, maka tidak dibenarkan untuk memusuhi dan membenci mereka.
Adapun dakwah Nabi Ibrahim Alaihis Salam dituturkan oleh al-Qur’an dalam 9 surah, yaitu: surah Al-Baqarah/2: 124-132; surah Al-An’am/6: 74-83; surah Ibrahim/14: 35-41; surah An-Nahl/16: 120-123; surah Maryam/19: 41-48; surah Al-Anbiya’/21: 51-73; surah Asy-Syu’ara/26: 69-89; surah Ash-Shaffat/37: 83-110; dan surah Al-Mumtahanah/60: 4-6. (HMJ)