Jasa dan kasih ibu tiada tara. Tak sekadar perihnya rasa sakit di kala sang ibu mengandung selama sembilan bulan hingga hari kelahiran sang anak.
Ibu dengan tulus mengandung, menyapih dengan penuh kasih sayang, dan dengan sabar membesarkan anak. Karena itulah, ibu mendapat keutamaan lebih dibandingkan dengan ayah. Itu juga yang digambarkan dalam Al-Qur’an, sehingga oleh Rasulullah SAW, ibu berada tiga peringkat sebagai tempat berbakti baru ayah. Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali? Nabi SAW menjawab, Ibumu! Dan orang tersebut kembali bertanya, Kemudian siapa lagi? Nabi SAW menjawab, Ibumu! Orang tersebut bertanya kembali, Kemudian siapa lagi? Beliau menjawab, Ibumu. Orang tersebut bertanya kembali, Kemudian siapa lagi, Nabi SAW menjawab, Kemudian ayahmu.” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Dari hadits di atas, Rasulullah menyebutkan ibu sebagai orang sebagai tempat berbakti dan mnegabdi tiga kali, barulah ayah yang keempat kalinya. Ini tentu bukan sekadar isyarat, tetapi di baliknya ada kemulian berlebih di balik peluh dan kasih sayang sang ibu yang tiada tara.
Imam Al-Qurthubi menjelaskan, hadits tersebut menunjukkan bahwa kecintaan dan kasih sayang terhadap seorang ibu, harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan terhadap seorang ayah.
Rasulullah SAW mengatakan, ridha Allah SWT ada pada ridha orang tua, dan murka Allah SWT ada pada murka kedua orang tuanya. Firman Allah SWT: “Dan Kami perintahkan kepada manusia berbuat baik kepada dua orang tuanya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang (ibu bapak)-mu, hanya kepada-Ku tempat kembalimu”. (QS. Luqman[31]: 14).
Ada tiga tingkatan kepayahan yang dialami sang ibu, yang pertama saat hamil, kemudian melahirkan, dan menyusui. Karena itu kebaikan kepada ibu tiga kali lebih besar daripada kepada ayah.
Saat kita berada dalam kandungan, ibu harus menahan beribu rasa sakit selama sembilan bulan. Ibu harus rela merasakan sederet penyakit tetapi kelahiran anak adalah obat dari segala penderitaannya.
Tidak selesai sampai di situ. Pada saat ibu menyapih kita, rasa sakit dan perih belum juga hilang. Kesabaran demi kesabaran seakan tak putus-putusnya, susah tidur malam hari, dan berjuang menghadapi anak yang susah menyusu. Di samping itu, ibu harus mengonsumsi makanan yang menambah produksi susu buat anak walau tidak disukai ibu. Demikian seterusnya dalam proses membesarkan anak hingga tumbuh menjadi remaja dan dewasa.
Allah SWT memuliakan kedudukan orang yang berbakti pada kedua orang tuanya sehingga Allah meletakkannya setelah larangan untuk menyekutukan Allah SWT. Berbakti pada kedua orang tua bernilai setingkat di bawah mentauhidkan Allah SWT, dan durhaka pada kedua orang tua setingkat di bawah syirik kepada Allah.
Karena itu, hendaknya kita bersyukur, yaitu pertama kepada Allah SWT dan kedua kepada ibu. Kita diperintahkan bersyukur kepada Allah dengan dua hal yakni beribadah kepada-Nya dan tidak berbuat syirik. Kepada orangtua juga begitu, kita diperintahkan bersyukur kepada orang tua dengan cara menghormati dan berbakti serta tidak menyakitinya.
Seseorang yang hendak berhijrah dan datang kepada Rasulullah pun, disuruh kembali ke orang tuanya karena hijrahnya membuat keduanya menangis. Lalu Rasulullah meminta orang tersebut membuat ibunya tertawa.
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : جئْتُ أبَايِعُكَ عَلَى الْهِجْرَةِ، وَتَرَكْتُ أَبَوَيَّ يَبْكِيَانِ، فَقَالَ : ((اِرْخِعْ عَلَيْهِمَا؛ فَأَضْحِكْهُمَا كَمَا أَبْكَيْتَهُمَا))
“Seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, aku akan berbaiat kepadamu untuk berhijrah, dan aku tinggalkan kedua orang tuaku dalam keadaan menangis. Rasulullah SAW bersabda, kembalilah kepada kedua orang tuamu dan buatlah keduanya tertawa sebagaimana engkau telah membuat keduanya menangis. (HR. Abu Dawud (no. 2528), An-Nasa-i (VII/143), Al-Baihaqi (IX/26), dan Al-Hakim (IV/152))
Dari hadits tersebut mengajarkan, hendaknyalah setiap orang selalu membuat ibunya tertawa, senang, dan bahagia. Bukan sebaliknya, menjadikan sang ibu menangis, murka, dan marah. (Aza)