Dalam konsep jihad membela agama Allah, dalam Islam tidak lepas dari doktrin dakwah bil hikmati wal mau`idhatil hasanah
Oleh: Luthfi Bashori
Bilamana radikalisme yang digambarkan oleh dunia Barat dengan kata lain terorisme, yang mereka maksud adalah kekerasan fisik hingga pembunuhan terhadap warga sipil, maka pada setiap masa dalam kehidupan bangsa manusia di dunia ini, pada hakikatnya telah lama mengindap virus radikalisme.
Qabil bin Nabi Adam, telah melakukan pembunuhan terhadap Habil, sang adik. Namrud membunuh seseorang di hadapan Nabi Ibrahim AS, dengan alasan dia sanggup menghidupkan (membiarkan orang hidup) dan mematikan (membunuh orang hingga mati) sebagaimana layaknya kekuasaan Tuhan. Fir`aun juga telah membunuh ratusan bayi lelaki.
Bangsa Yahudi Israel pun tak kurang-kurangnya telah membunuh nabi-nabi mereka. Kaum Nasrani hingga kini meyakini bahwa Nabi Isa AS telah dibunuh dan disalib, sekalipun umat Islam meyakini bahwa yang dibunuh dan disalib adalah orang lain yang wajahnya dirubah oleh Allah menyerupai Nabi Isa. Namun dalam konteks ini tetap saja terjadi radikalisme menurut pemahaman Barat.
Pembunuhan pun terjadi pada jaman jahiliyah terhadap banyak bayi perempuan, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Umar bin Khatthab sebelum masuk Islam. Penganiayaan fisik kaum jahiliyah terhadap para budak, juga tak jarang berefek kematian. Ternyata radikalisme ini, berada jauh dari rel agama Islam.
Terlepas dari konsep Barat yang pada akhirnya hanya untuk menuduh Islam sebagai agama teroris radikal, ternyata radikalisme menurut versi Barat ini, justru kebanyakan terlahir dari kalangan kaum kafir yang ingkar kepada Allah.
Bilamana terjadi seorang budak atau rakyat jelata, tiba-tiba ditemukan membunuh bangsawan yang terhormat, pasti dikarenakan ada faktor penyebab. Misalnya hal itu terjadi, maka kemungkinan besar dikarenakan si bangsawan korban pembunuhan, sebelumnya telah melakukan sesuatu yang menyinggung kehormatan atau keyakinan si pembunuh, atau lantaran si pembunuh telah terpropokasi oleh hasutan dari pihak tertentu. Sebut saja peristiwa budak Alwahsyi pembunuh Sayyidina Hamzah, ternyata ia membunuh karena propokasi dari Hindun, tuannya.
Dengan Hikmah
Jadi dalam pandangan penulis, tidak ada keterkaitan sama sekali antara Islam dan radikalisme. Adapun radikalisme dalam konsep Islam, pada dasarnya telah dirombak total oleh ayat wa jaahiduu fi sabilillahi bi amwaalikum wa anfusikum (berjihadlah kalian di jalan Allah dengan harta benda dan jiwa raga kalian). (QS: At-Taubah:41).
Dalam konsep jihad membela agama Allah, dalam Islam tidak lepas dari doktrin dakwah bil hikmati wal mau`idhatil hasanah (dengan hikmah dan nasehat yang baik) sekaligus penerapan doktrin aljannatu tahta dhilaalis suyuuf (Surga itu terletak pada bayang-bayang pedang). Maksudnya keikutsertaan berperang membunuh musuh Allah, termasuk salah satu tiket untuk masuk Surga.
Perang Badar yang telah menewaskan banyak orang dari kalangan kafir Quraisy, dipimpin langsung oleh Rasulullah ﷺ. Penyebab terjadinya Perang Badar tiada lain karena umat Islam akan mengambil ganti rugi dari harta mereka di Makkah yang elah dikuasai oleh kaum kafir Quraisy.
Banyak dakwah secara fisik yang dilakukan pasca hijrah Rasulullah ﷺ, antara lain tatkala kaum munafiq mendirikan Masjid Lintas Agama, yaitu Masjid Dhirar yang takmirnya sengaja mengundang Pendeta Nasrani, Abu Amir dari Yaman untuk dijadwalkan mengisi di Masjid Lintas Agama ini, di saat yang lain sang takmir mengundang Rasulullah ﷺ untuk mengisi pula. Maka turun ayat pelarangan agar Rasulullah ﷺ tidak memenuhi undangan ini, sebagaimana yang telah dijabarkan dalam Al-Quran.
Bahkan, pada akhirnya Rasulullah ﷺ memimpin para shahabat untuk beramai-ramai membumihanguskan Masjid Lintas Agama alias Masjid Dhirar. Ternyata radikalisme yang telah disetel oleh Islam menjadi konsep dakwah (amar ma`ruf) dan jihad (nahi mungkar), adalah sebuah aplikasi dari kesadaran dalam memurnikan ajaran agama Islam.
Sekalipun Rasulullah ﷺ memimpin penghancuran Masjid Lintas Agama, dan dalam episode yang lain Beliau ﷺ juga memimpin penghancuran bejana-bejana tempat penyimpanan bir khamr dan cawan-cawan gelas bir khamr, saat turun ayat fahal antum muntahuun alias pengharaman bir khamr secara mutlak dan permanen. Ternyata Rasulullah ﷺ tetap mendapat predikat sebagai seorang Nabi yang Rahmatan lil `alamin.
Jadi sifat rahmatan lil `alamin tidak mencegah Rasulullah ﷺ untuk melaksanakan kewajiban nahi mungkar secara fisik, hal ini sebagai penyeimbang bagi amar ma`ruf dalam kelemahlembutan rahmatan lil alamin. Karena itu, tuduhan radikalisme yang akhir-akhir ini seringkali disematkan bagi eksistensi Islam atau umat Islam, tiada lain adalah upaya keji dan jahat yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam.
Tentu saja umat Islam tidak boleh tinggal diam atas framing ini. Umat Islam harus berani menolak dengan segala kemampuan yang dimiliki. Entah itu lewat tulisan, pernyataan sikap, video pendek, atau lewat apa saja yang dapat dilakukan dan memiliki simbul perlawanan terhadap kejahatan mereka.
Karena hakikat Islam itu sendiri, bukanlah pelaku radikalisme sebagaimana yang dituduhkan oleh kalangan barat serta kalangan Islamofobia.*
Pengasuh Pondok Pesantren Ribath Al-Murtadla Al Islami Singosari, Malang