Siapa bilang puasa ada rawatibnya? Betul, istilah itu tidak dikenal baik secara bahasa maupun istilah. Namun, dikenal puasa sunnah sebelum Ramadhan dan puasa sunnah setelah Ramadhan.
Meski begitu, puasa wajib tidak biasa dan tidak dikenal dengan istilah rawatib. Istilah rawatib hanya ada pada shalat wajib sebagaimana Hadits Nabi SAW, di antaranya:
Diriwayatkan oleh At-Tarmidzi dan An-Nasa’i, dari ‘Aisyah radiyallahu ‘anha, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang tidak meninggalkan dua belas (12) rakaat pada shalat sunnah rawatib, maka Allah akan bangunkan baginya rumah di surga, (yaitu): empat rakaat sebelum dzuhur, dan dua rakaat sesudahnya, dan dua rakaat sesudah maghrib, dan dua rakaat sesudah ‘isya, dan dua rakaat sebelum subuh“. (HR. At-Tarmidzi no. 414, An-Nasa’i no. 1794)
Sampai di sini cukup jelas. Adapun puasa sunnah sebelum dan setelah Ramadhan, dikenal sebagai puasa sunnah saja. Yaitu memperbanyak puasa sunnah sebelum Ramadhan pada bulan Sya’ban dan puasa sunnah setelah Ramadhan pada bulan Syawal.
Puasa sunnah sebelum dan setelah Ramadhan dianjurkan karena Rasulullah SAW melakukan hal tersebut. Untuk puasa sunnah setelah Ramadhan, maka saat inilah waktunya yaitu puasa enam hari di bulan Syawal.
Dari sahabat Abu Ayyub Al Anshoriy, Beliau (Rasulullah SAW) bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim)
Kemudian, dari Tsauban, Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ (مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا)
“Barang siapa berpuasa enam hari setelah hari raya Idul Fitri, maka dia seperti berpuasa setahun penuh. (Barang siapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh kebaikan semisal).” (HR. Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil)
Kemudian, puasa sunnah sebelum Ramadhan, yaitu dilakukan di bulan Sya’ban. Keutamaan puasa di bulan Sya’ban, Usamah bin Zaid pernah bertanya kepada Rasulullah:
يَا رَسُولَ اللهِ لِمَ أَرَكَ تَصُومُ شَهْرًا مِنَ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَان قَالَ ذَلِكَ شَهْرُ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرفَعُ فِيهِ الأَعْمَالُ إِلىَ رَبِّ العَالميَنَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
“Wahai Rasulullah, aku melihat engkau lebih banyak melakukan puasa (sunnah) pada bulan Sya’ban dibandingkan bulan-bulan lainnya. Rasulullah bersabda: ‘Itulah bulan yang manusia lalai darinya yaitu bulan antara bulan Rajab dengan Ramadhan, dan itu adalah bulan di mana di dalamnya amalan-amalan diangkat kepada Rabbul ‘Alamin. Dan aku ingin amalanku diangkat dalam keadaan aku sedang berpuasa.” (HR. an-Nasa’i no. 2357)
Pendapat sebagian ulama, hikmah dari banyaknya puasa Rasulullah pada bulan Sya’ban, adalah karena Rasulullah sering melakukan safar (bepergian) atau keperluan lainnya sehingga terhalang dari melakukan puasa sunnah tiga hari setiap bulannya. Maka beliau menggabungkan jumlah puasa sunnah tiga hari tiap bulan yang ditinggalkan dan ditunaikannya pada bulan Sya’ban.
Pendapat lain, bulan Sya’ban adalah berdekatan dengan Ramadhan. Maka berpuasa pada bulan Sya’ban adalah mengagungkan Ramadhan sebagai bulan paling mulia. Kemudian, sebagaimana dalam hadits Usamah bin Zaid di atas menyatakan bahwa Sya’ban adalah bulan yang dilalaikan oleh manusia.
Hadits berikutnya menunjukkan Rasulullah banyak berpuasa pada bulan Sya’ban dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya di luar puasa wajib Ramadhan. Dari ‘Aisyah ra, beliau berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يُفْطِرُ ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ . فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ
“Rasulullah SAW biasa berpuasa, sampai kami katakan bahwa beliau tidak berbuka. Beliau pun berbuka sampai kami katakan bahwa beliau tidak berpuasa. Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)
Itulah puasa sunnah sebelum dan sesudah Ramadhan. Jika dilakukan mendapatkan ganjaran pahala, jika ditinggalkan tidak mengapa, karena hukumnya sunnah. Wallahu a’lam. (Aza)