Dalam beberapa hadits disebutkan bahwa ada lembah neraka Jahanam. Bayangkan! Neraka Jahanam saja merupakan neraka paling bawah, bagaimana dengan lembahnya? Bagaimana status hadits ini dan diperuntukkan untuk siapa? Simak ulasan berikut.
Memang dalam beberapa kitab induk hadits, ada riwayat yang menerangkan tentang lembah neraka Jahanam. Yang penulis temukan, setidaknya ada dua riwayat yang membahasnya.
Pertama, untuk menerangkan nama lembah neraka Jahanam, yaitu: Al-Wail. Abu Sa’id meriwayatkan sabda Nabi:
الوَيْلُ وَادٍ فِي جَهَنَّمَ يَهْوِي فِيهِ الكَافِرُ أَرْبَعِينَ خَرِيفًا قَبْلَ أَنْ يَبْلُغَ قَعْرَهُ
“Al-Wail adalah nama sebuah lembah di neraka Jahanam, orang kafir akan jatuh ke dalamnya selama empatpuluh musim sebelum ia mencapai dasarnya.” (HR. Tirmidzi) Kata Imam Tirmidzi, “Hadits ini gharib (asing), kami tidak mengetahui kemarfu’annya kecuali dari hadits Ibnu Lahi’ah.” Syekh Albani pun juga melemahkan hadits ini.
Namun, keterangan Imam Tirmidzi ini dibantah Abu Ishaq Al-Huwaini dalam kitab Tanbiihul Hajid (I/345). Kata beliau, yang meriwayatkan hadits bukan hanya Ibnu Lahi’ah. Di antara yang menceritakan hadits ini adalah Ibnu Mubarak, Nu’aim bin Hamad, Ibnu Abi Dunya, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Jarir, Ibnu Hibban, Hakim dan Baihaqi. Bahkan Ibnu Katsir dalam tafsirnya berkomentar, “Bukan cuma Ibnu Lahi’ah yang meriwayatkan hadits ini.”
Kedua, lembah neraka Jahanam disebut untuk menunjukkan siksaan. Suatu hari, Nabi berkata kepada para sahabatnya: “Berlindunglah kalian kepada Allah dari Jubbil hazan.” para sahabat bertanya: “Apa itu jubbil hazan wahai Rasulullah?” beliau menjawab:
وَادٍ فِي جَهَنَّمَ تَتَعَوَّذُ مِنْهُ جَهَنَّمُ كُلَّ يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ
“Sebuah lembah di neraka Jahanam, sementara neraka Jahanam sendiri berlindung darinya setiap hari sebanyak seratus kali.” Kemudian sahabat melanjutkan pertanyaannya:
يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَدْخُلُهُ
“Dan siapakah yang akan memasukinya?” Beliau menjawab:
الْقُرَّاءُ الْمُرَاءُونَ بِأَعْمَالِهِمْ
“Para pembaca Al Qur`an yang memamerkan perbuatan mereka.” (HR. Tirmidzi) Ternyata, lembah neraka Jahanan yang Jahanam sendiri berlindung darinya, diperuntukkan bagi orang-orang yang suka membaca al-Qur`an tapi bacaannya itu bukan karena Allah tapi hanya untuk pamer atau riya’ mengharap pujian dari manusia. Lalu bagaimana status hadits ini?
Zainuddin Al-‘Iraqi dalam kitab Takhriij Ahaadiits al-Ihyaa (I: 1919) mengomentari hadits ini. Kata beliau, “Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu ‘Addy dengan lafal ‘Wadil-Huzni’ (Lembah Kesedihan). Ia mengatakan hadits ini bathil. Abu Nu’aim Al-Ishfahani juga meriwayatkan hadits ini, kata beliau status riwayatnya lemah. Sementara Imam Tirmidzi mengatakan hadits ini Gharib (asing) yang termasuk hadits lemah dalam timbangan ilmu Hadits.
Senada dengan keterangan Al-‘Iraqi, Syekh Nashiruddin Al-Bani mengatakan hadits ini lemah. Bisa dibaca dalam kitab beliau yang berjudul “Misykatul Mashabih”, Dha’ifut Targhib Wat Tarhiib”, “Dha’if Sunan at-Tirmidzi” dan “Dha’if al-Jaami’ ash-Shaghir.
Meski hadits ini lemah, bukan berarti membaca al-Qur`an karena riya’ atau karena ingin pamer kepada orang itu dibenarkan. Orang yang membaca al-Qur`an karena riya’ sangat tercela. Berdasarkan hadits Imam Muslim, ternyata di antara orang yang pertama dihisab (dihitung atau dievaluasi) oleh Allah di akhirat adalah pembaca al-Qur`an.
وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ، وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ، فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا، قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا؟ قَالَ: تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ، وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ، قَالَ: كَذَبْتَ، وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ: عَالِمٌ، وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ: هُوَ قَارِئٌ، فَقَدْ قِيلَ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ
“Dan didatangkan pula seseorang yang belajar al-Qur’an dan mengajarkannya, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan jelas, Allah bertanya: ‘Apa yang telah kamu perbuat? ‘ Dia menjawab, ‘Saya telah belajar ilmu dan mengajarkannya, saya juga membaca al-Qur’an demi Engkau.’ Allah berfirman: ‘Kamu dusta, akan tetapi kamu belajar ilmu dan mengajarkannya serta membaca al-Qur’an agar dikatakan seorang yang mahir dalam membaca, dan kini kamu telah dikatakan seperti itu, kemudian diperintahkan kepadanya supaya dia dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka.”
Dari keterangan tadi jelaslah bahwa masing-masing dari hadits tentang lembah Jahanam, ada yang melemahkan dan menguatkan. Hanya saja, yang menjadi catatan tak kalah penting adalah neraka itu pasti ada, dan kita wajib berlindung darinya. Terlebih bagi yang banyak beramal –seperti membaca al-Qur’an– tapi itu dilakukan karena pamer untuk mendapat sanjungan orang. Na’udzubillah min dzaalik (Kita berlindung kepada Allah dari yang demikian itu). (MBS)