Dari pribadi Ustadz Noorshofa Thohir (yang biasa ke Kenduri Cinta) kita akan menemukan keteladan luar biasa dalam berdakwah. Menegur orang tanpa menyakiti, itulah ciri khas beliau dalam setiap ceramahnya.
Teguran-teguran yang dilontarkan kepada para jama’ah sama sekali tidak menimbulkan rasa sakit hati karena dikemas dengan humor. Di sini humor dijadikan alat untuk memasukkan pesan, bukan pesan yang sengaja dihumorkan agar menarik simpati jama’ah.
Ciri khas beliau dalam pembukaan membaca:
بسم الله ما شاء الله لا يسوق الخير إلا الله
بسم الله ما شاء الله لا يصرف السوء إلا الله
بسم الله ما شاء الله ما كان من نعمة فمن الله
بسم الله ما شاء الله لا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم
والحمد لله
الحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أم محمدا عبده ورسوله
اللهم ثل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
فإن أصدق الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وسلم وشر الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار
Di antara humor-humor beliau:
Pertama, Si Udin waktu ajalnya tiba didatangi malaikat. Malaikat itu kan setiap ada daun jatuh dari pohon di Lauhil Mahfud di situ ada catatan orang yang meninggal. Waktu itu, Si Udin mencoba mengelebui si malaikat maut dengan cara memberinya bius hingga tertidur. Ketika malaikat tidur, akhirnya Si Udin mengubah urutan kematiannya diletakkan di paling bawah. Saat malaikat bangun, ia berterima kasih kepada Udin atas jasanya yang telah membuatnya tidur. Akhirnya, setan memutuskan, “Ya sudah, saya akan mencabut urutan terakhir.” Akhirnya Si Udin mati juga.
Kedua, bersyukurlah punya istri satu, karena orang yang bersyukur kata Allah akan ditambah nikmatnya. Semakin beryukur, maka istri bertambah.
Ketiga, ada istri gemuk yang suka ngomelin suami karena pensiun. Karena kesal diomeli, akhirnya dimasukkanlah si istri ke dalam sumur yang kering. Kemudian ia melanjutkan aktivitasnya kembali. Setelah berselang cukup lama, ia baru ingat kalau istrinya masih dalam sumur. Dengan lekas ia angkat sang istri memakai timba. Ternyata berat sekali bobotnya. Betapa kagetnya ketika sudah diankat, yang keluar mahluk seram dan gemuk layaknya setan. Ketika ditanya, “Kenapa kamu setan keluar?” Katanya, “Gimana kaga keluar, gue diomelin terus sama istrimu!”
Keempat, ada seorang suami yang diwasiati istri agar ketika meninggal kuburannya dikipasi sampai kering. Ternyata si suami semangat ngipasi karena ingin nikah lagi. Rupanya tidak kering-kering karena setiap sore anaknya menyiram kuburan ibunya.
Kelima, cari istri itu yang pinter nyari duit. Gue istrinya belum nambah-nambah karena istri pinter nyari duit. Lha gimana ga pinter, gue nyimpen di mana aja ketemu. Gimana mau nikah lagi, satu saja ngerepotin.
Keenam, kalau namain anak jangan Izrail. Kenapa? Ketika ada yang sakit, kemudian menjenguk temannya. Saat sampai dikatakan, “Al-hamdulillah Izrail datang.” Maka tambah sumpek yang sakit.
Kedelapan, ada orang Madura bertanya boleh ga membuat nama anak dengan 3 asmaul husna sekaligus? Misalnya Abul Rahman Rahim Malik?” Akhirnya dijawab dengan pertanyaan, “Lalu kamu manggilnya gimana?” “Gampang ustadz, dipanggil Al-Fatihah saja.”
Kesembilan, istri akan masuk surga jika suaminya rida. Maka tanyalah kepada suami sebelum meninggal, apakah ia rida. Kalau rida insyaallah masuk surga. Suami memang sangat ridalah kan mau nikah lagi.
Kesepuluh, ada murid (santri) bodoh tapi ingin belajar kepada seorang yai. Saat itu dia tidak langsung diajari. Sambil mengerjakan perintah yai, sesekali ia mendengar dari luar pelajaran-pelajaran yang ada di kelas. Suatu ketika, ada kejadian banjir. Sementara, yai pada waktu itu harus mengisi pengajian. Akhirnya dengan siap siaga “santri bodoh” itu menggendong yai bahkan santri-santri lain dan ia berjalan di atas air. Pasca kejadian, teman-teman santri pada bertanya kepadanya, “Amalan atau wirid apa yang bisa dibaca sehingga bisa seperti itu?” “Sederhana saja wiridnya,” ucapnya, “aku cuma membaca Ya Kayuh Ya Gayung, Ya Kayuh Ya Gayung,” maksudnya: Ya Hayyu Ya Qayyum, Ya Hayyu Ya Qayyum.
Alangkah indahnya jika pesan dakwah disampaikan tanpa menyakiti hati; disampaikan dengan ramah, bukan menimbulkan marah. Mbah Nun sendiri sangat sering menegur dengan humor. Bahkan, memarahi orang pun kadang outputnya adalah kegembiraan bukan membuat geram. Dai memang dalam berdakwah tidak bisa berlepas diri dari kebudayaan, karena humor sendiri adalah bagian budaya. Tapi, humor sebagai sarana, bukan tujuan dakwah. (MBS)