Pada tahun baru, kebanyakan orang menyambutnya dengan meriah dan haru. Namun, pada galibnya hanya berhenti pada perayaan, bukan pemaknaan. Sehingga, momen yang indah ini terbuang sia-sia, dan tak menjadi penyulut kesadaran manusia.
Di antara hal penting yang bisa dijadikan sebagai resolusi hidup menuju pada kondisi yang lebih baik pada tahun baru, yaitu: menata kembali niat.
Menata niat kembali sangat penting karena beberapa alasan. Di antara alasan pentingnya menata niat adalah sebagai berikut: Pertama, niat membuat hal yang dipandang bernilai muamalah (duniawi), menjadi ibadah (ukhrawi).
Maka, tak mengherankan jika nabi pernah bersabda: “Setiap amal tergantung pada niatnya” (HR. Bukhari, Musilim). Karena, yang menentukan sesuatu bernilai ibadah atau duniawi ialah: niat.
Hijrah ke Madinah Munawwarah pada tahun 1 H, yang dilakukan oleh para sahabat secara sepintas terlihat bagus semuanya. Namun, yang membuat berbeda ialah: niat mereka masing-masing. Alkisah, ada seorang yang turut hijrah karena ingin menikahi Ummu Qais, maka nilai hijrahnya hanya bernilai dunia. Adapun sahabat yang berniat ikhlas hanya untuk Allah, maka hijrahnya bernilai ibadah (Syarh Muslim, Imam Nawawi).
Alangkah indahnya jika momen tahun baru ini diniatkan untuk merencanakan amal-amal ibadah terbaik, sehingga tidak terjatuh pada rutinitas semu, tapi amal bermutu.
Kedua, niat membuat hidup manusia menjadi terarah dan fokus. Sebaik apa pun tujuan yang ingin dicapai, kalau tidak terarah, maka sangat susah –kalau tak boleh dikatakan mustahil- berhasil menggapainya.
Demikian juga, sudah lazim diketahui dalam dunia orang-orang sukses: mereka yang hidupnya bisa fokus berpeluang besar mendapat kesuksesan.
Ketiga, niat dapat menentukan pahala. Suatu saat nabi bercerita bahwa ada orang-orang di Madinah yang tak ikut berperang di medan jihad, tapi anehnya tetap mendapat pahala. Mereka pun bertanya sebabnya. Nabi menjawab, ‘Karena mereka berniat ikut, tapi ada udzur syar`i yang menghalangi’ (HR. Bukhari, Abu Daud).
Keempat, niat bisa membuat hal biasa menjadi luar biasa. Imam Abu Hamid Al-Ghazali, dalam magnum opusnya (Ihya `Ulumiddin, 4/364), pernah menyadur perkataan menarik seorang salaf, “Betapa banyak amalan kecil bernilai besar lantaran niat, betapa banyak amalan besar bernilai kecil karena niat.”
Sebagai contoh: merapikan sandal jama`ah di masjid, akan bernilai besar jika diniatkan untuk menggapai ridha Allah. Berjihad di medan perang, akan bernilai kecil, jika diniatkan untuk menggapai popularitas.
Di akhirat nanti ada yang mengaku ahli jihad, alim, dan ahli infaq , tapi dimasukkan neraka. Sebabnya jelas: Niatnya bukan karena Allah (HR. Muslim). Amal besar justru menginakan pelakunya, akibat niat kecil(duniawi).
Kelima, niat menjadi salah satu faktor determinan diterimanya amal ibadah. Misalnya, jika seorang shalat empat rakaat, setelah shalat dia baru sadar bahwa yang dikejarkan apakah shalat Dzuhur, Ashar atau Isya? Maka, shalatnya tidak bisa diterima.
Sudahkah kita menata niat kita dengan baik sebagai resolusi menyongsong tahun baru 2021? Semoga pada tahun baru ini kita menjadi lebih baik dari tahun lalu dan menggapai yang lebih mulia. (MBS)