Ahibbaai fillah….. Beginilah seharusnya seorang hamba. Ia terus menerus dalam ketaatan kepada Tuhan, teguh dalam hukum-Nya, lurus dalam agamanya, tidak menghindari rubah yang kejam, menyembah Tuhan dalam sebulan tanpa 11 bulan.
Sebaliknya, dia tahu bahwa Tuhan Ramadhan adalah Tuhan dari sisa 11 bulan setelahnya. Allah SWT berfirman:
فَٱسْتَقِمْ كَمَآ أُمِرْتَ وَمَن تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا۟ ۚ إِنَّهُۥ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS HUd: 112)
Dan sekarang setelah puasa Ramadhan berakhir, ada puasa sunnah yang dianjurkan pada bulan Syawal selama enam hari. Selain itu, ada puasa sunnah Senin dan Kamis, kemudian puasa Hari Arafah, Asyura, Ayyaamul Bidh, dan lainnya.
Kemudian, setelah akhir qiyam (shalat malam) di bulan Ramadhan, melakukan qiyaam al-lail disyariatkan setiap malam: dan itu adalah Sunnah yang sangat utama dan sangat dianjurkan. Nabi SAW memerintahkan agar kita lakukan setiap malam, sebagaimana sabdanya, Hadits Tirmidzi Nomor 3472:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأَبُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ وَإِنَّ قِيَامَ اللَّيْلِ قُرْبَةٌ إِلَى اللَّهِ وَمَنْهَاةٌ عَنْ الْإِثْمِ وَتَكْفِيرٌ لِلسَّيِّئَاتِ وَمَطْرَدَةٌ لِلدَّاءِ عَنْ الْجَسَدِ
Rasulullah SAW bersabda: “Hendaknya kalian melakukan shalat malam, karena shalat malam adalah hidangan orang-orang shalih sebelum kalian, dan sesungguhnya shalat malam mendekatkan kepada Allah, serta menghalangi dari dosa, menghapus kesalahan, dan menolak penyakit dari badan.” (HR Al-Tirmidzi dan Ahmad)
Dan dalam hadits shahih dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda:
أَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلاَةِ الْمَكْتُوْبَةِ الصَّلاَةُ فِيْ جَوْفِ اللَّيْلِ
“Shalat yang paling utama setelah shalat yang fardhu adalah shalat di waktu tengah malam.”
Al-Hassan berkata: Kami tidak mengetahui amalan yang lebih berat dari berjuang di malam hari dan menafkahkan uang. Ditanyakan kepadanya: Ada apa dengan orang-orang yang melakukan Tahajud yang wajahnya paling baik? Dia berkata: Karena mereka sendirian dengan Yang Maha Penyayang, maka Dia memberi mereka cahaya dari cahaya-Nya.
Seorang laki-laki berkata kepada Ibrahim bin Adham: Saya tidak mampu shalat qiyam al-lail, maka resepkan obat untuk saya? Dia berkata: Jangan mendurhakai-Nya di siang hari, sementara Dia menempatkan Anda di hadapan-Nya di malam hari, karena berdiri Anda di hadapan-Nya di malam hari adalah salah satu kehormatan terbesar, dan orang berdosa tidak layak menerima kehormatan itu.
Dan seorang laki-laki berkata kepada Al-Hasan Al-Bashri: Wahai Abu Said: Aku tidur nyenyak, dan aku suka shalat malam, dan aku bersiap untuk bersuci, lalu mengapa aku tidak shalat? Al-Hasan berkata: Dosa-dosamu telah mengikatmu. Dan dia berkata: Seorang hamba melakukan dosa, dan karenanya dia dilarang qiyam di malam hari dan puasa di siang hari.
Al-Fudail bin Iyadh berkata: Jika kamu tidak mampu shalat malam dan puasa di siang hari, ketahuilah bahwa kamu kekurangan dan terbelenggu. Oleh karena itu, shalat malam adalah salah satu ukuran keteguhan hati, dan ciri-ciri jiwa yang agung. Allah SWT memuji mereka dan membedakan mereka dari yang lain sebagaimana firman-Nya:
اَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ اٰنَاۤءَ الَّيْلِ سَاجِدًا وَّقَاۤىِٕمًا يَّحْذَرُ الْاٰخِرَةَ وَيَرْجُوْا رَحْمَةَ رَبِّهٖۗ قُلْ هَلْ يَسْتَوِى الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لَا يَعْلَمُوْنَ ۗ اِنَّمَا يَتَذَكَّرُ اُولُوا الْاَلْبَابِ ࣖ
“(Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah pada waktu malam dengan sujud dan berdiri, karena takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran.” (QS Az-Zumar: 9)
Menurut as-Sa’di (Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di), ini adalah kondisi berlawanan antara orang yang taat kepada Allah dengan yang lainnya yang tidak taat, dan di antara orang yang berilmu dengan orang jahil. Ini sudah merupakan perkara yang sudah pasti perbedaannya yang jauh.
Maka tidaklah sama orang berpaling dari ketaatan kepada Rabbnya, yang selalu mengikuti hawa nafsunya dengan orang yang gemar beribadah, yakni, taat kepada Allah dengan melakukan ibadah-ibadah yang paling utama, yaitu seperti shalat; dan pada waktu-waktu yang paling utama, seperti waktu-waktu di malam hari.
Allah menyifati orang yang gemar beribadah itu dengan “banyak beramal dan melakukan yang paling utama.” Kemudian Allah menyifatinya dengan “sifat takut dan harap,” dan Allah juga menyebutkan sebab yang menimbulkan rasa takutnya, yaitu takut akan azab di akhirat atas dosa-dosa yang telah lalu yang terlanjur ia lakukan, dan juga sebab yang menimbulkan sifat pengharapan yaitu adanya rahmat Allah. Dengan demikian Allah menyifatinya dengan amal lahiriyah dan amal batiniyah.
“Katakanlah, ‘Apakah sama orang-orang yang mengetahui” Rabb mereka dan juga mengetahui Agama-Nya yang bersifat balasan di akhirat, dengan segala rahasia dan hikmah di balik itu, “dengan orang-orang yang tidak mengetahui” sesuatu pun dari semua itu? Mereka yang berilmu tidak sama dengan mereka yang bodoh; demikian pula tidak sama antara malam dengan siang, cahaya dan kegelapan, dan air dengan api. (Aza)